oleh : Nosta Perlin N
“Sekolah
itu bukanlah segalanya. Tanpa sekolah, kamu masih bisa hidup”. Sebuah kalimat
yang sering di ucapakan oleh kedua orang tua ketika anaknya beranjak memasuki
usia sekolah. Anak-anak di Nias tidak pernah menolah dan selalu menggangguk
menandakan bahwa mereka setuju.
Anak di Nias yang sudah berumur 6
sampai 7 tahun sudah terbiasa mandi di sungai deras sendirian. Dengan gesitnya
anak-anak tersebut cepat-cepat kembali kerumah, berpakaian dan berangkat
sekolah. Tanpa mobil, tanpa angkot dan sepeda. Mereka berjalan kaki walaupun sekolahnya berjarak
ratusan meter. Keadaan yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan anak di kota
besar yang sudah terbiasa dengan istilah “antar jemput”. Angkot, becak dan
angkutan umum bertebaran dimana-mana.
Sebagian besar anak di Nias tidak
mengenal TK. Mereka tidak mengenal PAUD dan semacamnya. Di umur mereka masih
kecil itu mereka sudah terbiasa hidup mandiri. Waktu bermaian habis ketika
mereka mulai membantu orang tua mencuci piring dan mengangkat air. Semuanya merupakan
pekerjaan rutin yang harus mereka
jalani.
Di Nias anak berusia 7 tahun sudah
masuk SD. Jangan terkejut ketika sebagian diantara mereka sudah berumur 8 atau
bahkan 9 tahun. Anak di kota besar sudah mendapat pengetahuan dasar ketika
mereka masuk TK. Mengenal huruf dan angka merupakan pengetahuan mereka ketika
mereka berumur 4 – 6 tahun. Lalu apa jadinya ketika anak di Nias masuk SD?.
Menulis dan menyebutkan angka 1 sampai 10 terasa pelajaran paling sulit bagi
mereka. Mereka baru mengenal huruf a, b dan seterusnya. Lalu, pertanyaannya
adalah apakah mereka sudah cukup baik untuk mengerti pelajaran dasar tersebut
sebelum mereka beranjak di kelas 2?
Semua anak di Nias sangat senang
ketika mereka bisa naik kelas 2 SD. Tapi ada satu hal yang membuat hati kita
sedih. Ternyata, anak kelas dua masih belum bisa menyebutkan angka 1 sampi
sepuluh. Menyebutkan huruf a hingga z tidak ada yang sempurna. Hingga mereka
kelas 3 SD, ada saja yang belum bisa menulis namanya dengan benar. Lalu, apakah
mereka bisa berbahasa indonesia yang baik dan benar?. Mungkin bibir anda akan
sedikit tersenyum ketika mereka mulai belajar membaca bahasa indonesia.
Mungkinkah mereka akan lebih mengerti bahasa inggris?.Saya tidak habis berpikir
bagaimana mereka memahami bahasa yang hampir tidak ada simbol di otak mereka.
Dilingkungan sekolah, mereka nyaris tidak menggunakan bahasa indonesia, lalu
apakah mereka bisa berbahasa inggris layaknya bahasa daerah yang mereka ucapkan
sehari-hari?.
Duduk di bangku kelas 6 SD. Diantara
mereka masih saja ditemukan anak yang tidak bisa membaca dengan baik.
Menghitung merupakan pelajaran yang sulit. Coba anda bayangkan ketika mereka
mengikuti ujian nasional dengan soal-soal yang sangat sulit untuk mereka?.
Menurut anda, adakah salah satu diantara mereka lulus dari ujian tersebut?.
Mungkinkah UN di tiadakan untuk mereka yang ada di pelosok negeri?.
Seorang ibu guru SD dari Nias
mengikuti PLPG di kota Medan. Dengan giat ia mengikuti pelatihan PLPG tersebut.
Ada saja tugas di setiap pertemuan. Tahukah anda apa yang dilakukan ibu guru
tersebut?. Ia lebih memilih mahasiswa untuk mengerjakan semua tugas yang
diterimanya.Coba anda pikirkan, bukankah tugas tersebut membuat sang guru lebih
telatih dan memiliki kompetensi. Dengan sadar dan sedikit tersenyum ibu guru
tersebut berkata, “Aku tidak terbiasa dengan semua tugas-tugas yang diberikan,
aku itu guru yang mengajar di kelas 1 SD. Setiap hari saya mengajarkan mereka
huruf a sampai z dan tidak lebih. Mebuat makalah dan RPP hal yang baru buat
saya. Setelah ini,saya pikir semua tugas ini tidak akan berguna ketika saya
kembali mengajar kelas 1 SD sana”.
Ketika anak di Nias lulus SD, Sebuah
masalah baru akan mereka hadapi. Orang tua menyuruh anaknya mencari kerja. Mereka
lebih memilih anaknya moharaka (bahasa
daerah nias : pekerja/buruh). Lulus SD saja sudah cukup. Bisakah anak tersebut
bangkit mengejar mimpi ketika ia hanya lulus SD?. Tentu tidak. Hal yang sangat
memilukan ketika sebagian dari mereka hanya bisa menyebutkan nama mereka saja
tanpa tahu menulis dan tidak bisa menghitung semua hasil keringat mereka yang
diuangkan dalam rupiah.Menyedihkan memang. Lalu,pantaskah kita menyalahkan
orangtua yang terkesan membiarkan anaknya putus sekolah?.
Orang tua di Nias tidak memiliki
pekerjaan tetap. Kepala rumah tangga hanya seorang buruh yang gajinya belum
cukup untuk membeli makan semua anaknya. Coba anda bayangkan ketika kepala
keluarga tersebut memiliki 4 orang anak. Istri tanpa penghasilan sepeserpun. Bisakah
uang 20 ribu yang ia dapatkan dalam sehari bisa mencukupi kebutuhan anaknya untuk sekolah?.
Tentu tidak. Orang tua sangat bangga ketika mereka bisa menamatkan anaknya
hingga sekolah dasar. Apakah orangtua di Nias masih kita sesali?. Mungkin
sekilas kita merasa bahwa mereka ada benarnya.
Masalah
lain yang akan anda temukan di Nias adalah hampir semua sekolah belum memiliki
perpustakaan. Mungkin sebagian dari kita merasa pusing ketika tidak memiliki
buku referensi untuk belajar. Anak-anak di sana tidak merasa pusing. Mereka
akan belajar layaknya anak yang sudah tahu segalanya. Di tingkat SMP dan SMA, kita
terkadang menemui perpustakaan yang buku-bukunya sudah puluhan tahun tidak
pernah di ganti dan tidak pernah bertambah. Bukunya diatur rapi memang tapi
perputakaan tersebut layaknya sebuah gudang buku yang tidak pernah di jamah
oleh siswa.
Jangan
bayangkan anda bisa membawa media untuk menunjang proses belajar anda di kelas.
Kok gak bisa?. Ya, Anda akan terkejut karena semua kelas nyaris tanpa aliran
listrik. Mereka tidak pernah belajar kelompok hingga larut malam di sekolah. Media
mereka hanyalah papan tulis dan beberapa batang kapur yang tersedia diatas meja
guru.
Di
kota besar, sekolah dilengkapi dengan laboratorium, berbagai macam laboratorium
lengkap. Wah, Lab. Bahasanya ikut lengkap. Jangan bayangkan di Nias anda akan
menemukan salah satunya. Sekolah disana tidak di lengkapi dengan laboratorium.
Lalu, apa yang akan dilakukan oleh guru fisika dan guru kimia ketika pelajaran yang mereka
ajarkan memerlukan laboratorium sebagai saran dan prasarananya?. Guru hanya
mengajarkan apa adanya di depan kelas. Mereka akan membawa media yang mudah
didapatkan.
Sekolah
di Nias tanpa Lab. Komputer. Memilukan memang. Mereka tidak mempunyai akses
internet yang bisa memberikan mereka pintu untuk mengenal dunia lebih jauh. Di
umur mereka yang 18 tahun, hampir semua dari mereka belum mengenal dan
menyentuh komputer. Warung Internet yang biasa kita temukan di kota besar tidak
ada untuk mereka. Semua tugas yang mereka dapatkan di dalam kelas hanya akan
berakhir di situ saja tanpa mencari tahu apa yang sedang ada di luar sana.
Sangat jauh berbeda dengan anak yang ada di kota besar. Anak SD sudah terbiasa
dengan komputer dan internet seharian. Komputer jinjing selalu tersedia di dalam
tas dan siap mencari semua berita dan informasi. Tapi di Nias sana, anda tidak
akan menemukan semua itu. Lalu, ketika anda telah mendengar semua ini,apakah
anda rela menyumbang komputer usang anda untuk mereka?.
Cerita
ini hanyalah segelintir masalah yang di hadapi oleh anak-anak di Pulau Nias.
Semua kekurangan yang mereka miliki seolah membuka mata kita terhadap potret
pendidikan di negeri ini. Mereka berada di pelosok negeri, lalu apa bedanya
dengan kita yang ada di kota besar. Mereka hidup tanpa teknologi. Mereka hidup
tanpa intenet. Sebagian dari mereka belajar tanpa menggunakan cahaya listrik.
Hidup mereka memang alami. Apakah semua keadaan itu baik untuk mereka?. Ketika
sebagian dari kita sedang sibuk memilih sekolah favorit, anak-anak di Nias sana
sedang sibuk meminjam baju bekas kepada tetangga rumahnya. Ketika sebagian dari
pejabat kita narsis di ruang sidang, orangtua di Nias sana sedang berjuang
mencukupi kebutuhan sekolah anaknya.
Tamat SMA, sebagian dari
mereka bisa duduk di bangku perguruan tinggi dan selebihnya akan berhenti di
situ saja. Kita tidak bisa mengharapkan banyak dari mereka. Ilmu yang mereka
dapatkan tidak cukup membuat mereka bisa bersaing mendapatkan pekerjaan diluar
sana. Cerita akhir dari mereka akan berhenti ketika mereka kembali menekuni
pekerjaan lama yaitu menjadi buruh dan memulai membuat pengganti baru yang
nantinya akan menyusuri langkah mereka.
Comments
Post a Comment