Skip to main content

Merindukan Sistem Pendidikan Terintegrasi demi Terwujudnya Generasi Berkarakter


ditulis oleh : Mochamad Rifqi Alian

Hampir seabad yang lalu, seorang penulis dan wartawan muda yang prihatin terhadap kondisi bangsanya menulis sebuah artikel kontroversial yang dimuat dalam surat kabar De Expres. Als ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda), menyiratkan kisah pilu kondisi masyarakat Indonesia di tengah keberlimpahan kekayaan alam yang dimiliki. Keterbelakangan pendidikan para pribumi mengusik keprihatinan sang penulis muda. Hingga pada tanggal 3 Juli 1922, sang penulis mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa. Ya, Ki Hajar Dewantara, dengan semboyannya yang begitu terkenal, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, mengupayakan kesetaraan hak pendidikan bagi kaum pribumi. Hak memperoleh pengajaran, hak yang pada hakikatnya adalah asasi bagi setiap generasi di muka bumi ini.
            Kesetaraan pendidikan, isu yang kini tampaknya kembali mengemuka, justru bertahun-tahun setelah negeri ini mengumandangkan kemerdekaanya. Puluhan tahun lalu, Ki Hajar Dewantara memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi rakyat dan kaum priyai. Atas perjuangannya tersebut, beliau diangkat menjadi Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama dan hari kelahirannya pun ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namun tampaknya, semangat beliau telah mulai pudar di kalangan generasi penerus saat ini. Politisasi dan ekonomisasi pendidikan tampaknya telah mengucilkan keberadaan rakyat kecil yang semakin terpinggirkan di tengah ramainya persaingan para elit partai. Carut marutnya pendidikan di negeri ini masih terus berlanjut seiring meningkatnya biaya pendidikan. Pendidikan yang di amanat UUD 1945 kini sudah hampir menjadi sistem pendidikan kapitalis, dimana pendidikan menjadi begitu mahal sehingga tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya. Anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN negara tampaknya masih jauh panggang dari api. Padahal, untuk menuju negara yang demokratis dan lebih baik adalah dengan menumbuhkan sebesar-besarnya kelas menengah dan itu hanya bisa diwujudkan dengan pendidikan.
            Perwujudan sistem pendidikan yang terintegrasi dengan baik memerlukan keterlibatan dan peran aktif dari semua. Bukan hanya mengambinghitamkan pemerintah sebagai pemegang kuasa. Orientasi pendidikan yang baik adalah orientasi pendidikan yang tidak hanya pengetahuan (kognitif) namun juga sikap mental melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta, hanya tahu namun tidak memiliki arahan. Ketika SD seringkali siswa mendapat pendidikan jasmani berupa hafalan. Siswa diminta menghafal panjang lapangan bola, diameter bola, panjang lintasan dan sebagainya. Jika yang terjadi demikian, bukankah tidak terjadi esensi dari pendidikan jasmani? Pemahaman terhadap pola hidup sehat justru masih kurang ditekankan. Namun, bukan berarti kognitif tidak penting. Pendidikan kognitif justru merupakan kendali dari pendidikan karakter. Keselarasan diantara keduanya harus selalu dijaga. Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Pola pendidikan karakter hendaknya ditanamkan sejak dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
            Selain pendidikan karakter, sistem kurikulum pendidikan mutlak mendapat sorotan. Semenjak merdeka Indonesia telah mengalami berkali-kali pergantian kurikulum. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Namun, pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Standardisasi melalui Ujian Nasional pun tampaknya terkesan dipaksakan. Akibatnya muncul berbagai praktik kecurangan hingga jual beli jawaban. Lebih parahnya lagi, praktik ini begitu terstruktur, melibatkan oknum guru, orang tua, hingga dinas pendidikan setempat. Penyamarataan seperti ini masih perlu perencanaan kembali menilik sarana dan prasarana pendidikan yang masih tidak berimbang antar wilayah.
            Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan orang-orang Indonesia membuat mereka tak bisa bersaing di bursa tenaga kerja lokal dan internasional. Walaupun Indonesia sudah meluluskan ribuan sarjana, akan tetapi karena kualitasnya kurang memadai berakibat pada banyaknya sarjana yang menganggur. Dalam kancah internasional, rendahnya pendidikan dan kualitas tenaga kerja Indonesia membuat tenaga kerja Indonesia hanya “laku” sebagai pembantu rumah tangga di negara-negara lain. Ini tentu saja mengurangi citra dan martabat Indonesia di negara-negara tujuan tempat orang-orang Indonesia bekerja. Namun, bukan hanya pandangan bahwa kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah, melainkan bagaimana selama ini terdapat pemikiran sempit bahwa pendidikan dianggap belum sejalan dengan keberhasilan dalam dunia kerja. Seringkali masyarakat berpikir bahwa lebih menarik bekerja sebagai buruh di luar negeri daripada melanjutkan pendidikan.
            Selain kualitas anak didik, secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sungguh ironis, mengingat sesungguhnya guru menjadi faktor penentu kesuksesan pendidikan. Untuk memperoleh anak didik yang berkualitas tentunya perlu tenaga pendidik yang juga berkualitas. Sungguh disayangkan, tingkat kesejahteraan guru masih belum dapat dikatakan sangat layak. Lebih memprihatinkan lagi, kebijakan mengenai kesejahteraan guru ditumpangi kepentingan politis. jumlah guru yang sekarang mencapai 2,9 juta orang lebih dipandang sebagai kekuatan politik yang besar. Karena itu, dalam kebijakan soal guru, aspek kepentingan politik untuk mendongkrak citra pemerintah pusat dan daerah ataupun partai politik di DPR juga sulit dilepaskan dari keberadaan guru Indonesia saat ini.
Untuk mewujudkan pendidikan yang terintegrasi, peran pendidikan dari lingkup kajian agama pun sangat diperlukan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melihat dari sudut pandang Islam, Rasulullah SAW membawa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dengan membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Sedemikian pentingnya pendidikan (ilmu), maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Tuhan maupun manusia. Rasanya, semua agama juga mengajarkan hal demikian. Bahwa pendidikan adalah hal penting yang harus diutmakan. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan umat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi  pendidikan memfokuskan kepada substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan.
Mengupas satu persatu permasalahan pendidikan yang terjadi di negeri ini memang tak ada habisnya. Interfensi kepentingan berbagai pihak memperkeruh permasalah ini. Pola pendidikan, kurikulum, kualitas guru, serta infrastruktur, mungkin hanya sebagian kecil dari kompleksitas permasalahan negeri ini. Masih terdapat jutaan problematika yang menjadi pekerjaan rumah bersama bagi ratusan juta penduduk Indonesia ini. Namun, harapan untuk perbaikan tentu akan selalu ada. Optimisme Indonesia Mengajar yang marak saat ini adalah gambaran nyata bahwa masih banyak pihak yang masih peduli dan mau berbuat sesuatu untuk bangsa ini. Kesediaan untuk turun ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan membawa semangat pendidikan untuk semua, sangatlah patut diapresiasi. Semoga, impian Indonesia Emas bukan hanya rencana diatas kertas dan menjadi bayang-bayang semata. Bahwa sesungguhnya bangsa ini masih bermartabat dan layak untuk diagungkan.
***



Comments

  1. MANTAPP.....!!!
    tapi adakah hal yg bisa membuat semua itu bisa yakin terwujud??

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prestasiku Untuk Masa Depan (1)

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di jenjang SD harus sudah

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.