Skip to main content

Pendidikan Humanis dan Problematika Kemanusiaan


ditulis oleh :Aura Alifa Asmaradana

Sebagai sebuah negara yang sedang terus merintis demokrasi, Indonesia berkali didera masalah kekerasan terhadap kemanusiaan. Sayangnya, Indonesia tampak belum cukup sigap menghadapinya. Sampai saat ini, ada banyak kasus kemanusiaan yang diabaikan oleh instansi yang berwenang. Misalnya saja penculikan, penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, serta penghakiman terhadap kaum tani dan nelayan di berbagai belahan Indonesia. Juga kejadian yang seringkali dianggap remeh, kecurangan pada pelaksanaan Ujian Nasional yang sudah banyak dipublikasikan media massa. Pembagian jawaban soal ujian oleh guru dan pencontekan massal bukanlah masalah sederhana. Itu adalah masalah pengabaian nilai-nilai kemanusiaan. Besar kemungkinan, jika hal itu dibiarkan akan menumbuhkan perilaku koruptif dan penindasan yang merugikan masyarakat luas.
            Padahal, Indonesia istimewa. Indonesia punya Pancasila yang merupakan pondasi dengan desain apik. Pancasila merangkum nilai-nilai universal yang baik adanya bagi kehidupan makhluk sosial sekompleks manusia. Tapi ternyata, ada inkonsistensi dalam penerapan sila kedua dalam Pancasila—kemanusiaan yang adil dan beradab—.
Homo Homini Socius
            Manusia merupakan homo homini socius (manusia adalah kawan bagi sesama) yang seharusnya menjalin hubungan baik bagi sesamanya. Manusia bisa autentik hanya dengan mempertahankan diri sebagai manusia yang memasuki dan mendiami dunia manusia lain. Sehingga manusia ada bersama dengan saling membangun.
            Manusia bukan homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesama) yang hanya sekadar menjadikan pemeliharaan diri sebagai kepentingan asasi setiap individu. Hanya karena masing-masing individu memiliki kepentingan, maka mau tidak mau, manusia harus membantu satu sama lain. Manusia memiliki nilai kemanusiaan karena memang itulah hakikatnya; itulah tonggak bertahannya spesies manusia, tetapi miris, masih ada saja ketidakbernilaian air mata, darah, bahkan nyawa.
            Hakikat manusia adalah berjalan ke arah kesempurnaan, meski sebetulnya kesempurnaan itu hanya dapat didekati, tidak dapat dipenuhi. Masalahnya, dengan adanya berbagai macam kekerasan di Indonesia, manusia seolah-olah mengingkari hakikatnya sendiri. Manusia bersikap tidak peduli terhadap sesama. Manusia menindas dan mengobjekkan satu sama lain. Nilai kemanusiaan dalam Pancasila yang merupakan karakter ideal bangsa telah diabaikan.
Pendidikan Humanis
            Menghadapi pengabaian nilai kemanusiaan, Indonesia butuh manusia-manusia bijaksana; yang memiliki nilai-nilai universal dalam Pancasila. Indonesia butuh kreator yang dapat menciptakan ruang-ruang kondusif untuk menyampaikan aspirasi, jauh dari asal-asalan beraksi, pemikir humanis, dan memiliki empati terhadap masyarakat yang dimarjinalkan. Demi terciptanya orang-orang seperti itulah diperlukan pendidikan yang humanis.
            Pendidikan yang humanis adalah hal krusial untuk memperkuat karakter bangsa. Dengan pendidikan macam itu, manusia diarahkan pada kodrat rohani manusia yang berusaha menjadi sempurna. Pendidikan bukan hanya dijadikan sebagai medium pembebasan dari kebodohan intelektual dan budi, tetapi juga pelepasan diri dari penyakit cinta diri semata, serta medium penciptaan manusia-manusia yang enggan dijajah feodalisme.
            Banyak yang sepakat—diantaranya Paulo Freire dan Driyarkara—bahwa hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Begitulah pendidikan yang humanis. Nilai-nilai seperti Pancasila serta pembangunan semesta, harus dijadikan pedoman dalam proses pendidikan. Banyak aspek pendirian-pendirian penting dalam pendidikan yang menyentuh akar kehidupan sehingga dapat mengubah dan menentukan hidup manusia. Termasuk dan terutama di dalamnya, dua proses penting dalam hidup manusia yang disebut sebagai hominisasi dan humanisasi.
Hominisasi sudah dikenal akrab di kehidupan manusia. Dalam hominisasi, manusia dimanusiakan secara umum, dimasukkan ke dalam lingkup hidup manusiawi yang paling minimal. Manusia dapat dengan serta merta mempelajari cara berbicara, berjalan, menyantap makanan, atau bergaul. Tentu saja, karena manusia tidak sama seperti binatang yang dapat menghidupi dirinya sendiri seusai dilahirkan dari perut ibu. Kehidupan seorang anak bayi masih harus diselenggarakan oleh kedua orangtuanya.
Sesudah masuk dalam lingkup manusiawi dengan memenuhi kodratnya, pendidikan selanjutnya ada pada proses memanusiakan manusia secara khusus dalam proses humanisasi. Perlahan tapi pasti, manusia dapat mulai turun tangan dalam mengangkat diri dari determinasi alam dan menghadapi realitas.
Nilai-Nilai
Dalam pendidikan humanis, unsur pertama yang mengorganisasi adalah pengejaran dan pelaksanaan nilai-nilai. Setiap perbuatan dalam hidup manusia, akan senantiasa mengejar dan melaksanakan nilai. Nilai-nilai itulah yang nantinya dapat mengantar manusia menuju tahap dewasa susila; menyadari sepenuhnya mengenai sopan santun, moral, dan hal-hal keagamaan, bukan hanya kecerdasan intelektual.
Di Indonesia, Ujian Nasional dijadikan satu-satunya indikator keberhasilan dalam pendidikan. Dampaknya, institusi-institusi pendidikan seperti sekolah dan bimbingan belajar pun berlomba menawarkan berbagai alternatif cara mengajar yang menjamin kelulusan pada Ujian Nasional. Tetapi di samping kemajuan itu, terdapat kemunduran yang dirasa cukup mengagetkan dan menjadi pergunjingan. Dalam usaha memperoleh nilai baik, kedewasaan moral yang merupakan tujuan humanisasi malah diabaikan pendidik dengan cara membeli soal dan memberi contekan kepada anak didik.
Masalah kemanusiaan semacam itu adalah akibat dari pendidikan yang hanya mengandalkan pendidikan berkeahlian tanpa memberi perhatian pada pendidikan pribadi dan perwatakan. Maka dari itu Indonesia mengalami krisis. Indonesia kekeringan nilai kemanusiaan. Kekeringan itu semakin retak saat cara mendidik dan mengajar yang mengawang-awang dan jauh dari keadaan sederhana di sekitar anak didik. Rasa simpatik kepada sesama pun aus, hakikat manusia yang idealnya mengejar kesempurnaan hidup bersama pun tenggelam di tengah egoisme etis. Dengan demikian, institusi pendidikan atau bahkan keluarga di era krisis ini tidak memasyarakatkan manusia muda, melainkan menjadi jalan desosialisasi terhadap nilai-nilai.
Salah satu nilai yang paling fundamental untuk dikejar adalah nilai moral. Tujuan pengejaran dan pelaksanaan nilai tersebut adalah kesempurnaan manusia. Manusia  harus berkembang menjadi sempurna, baik rohaninya, maupun jasmaninya. Maka dari itu, manusia harus melaksanakan hukum-hukum yang melekat pada dirinya sebagai manusia, termasuk di dalamnya melaksanakan kewajiban, cinta kepada sesama, dan menghormati keluhuran martabat manusia. Ketiga hal itu bisa diperkuat dengan dialog horizontal, pelibatan sosial dan pembiasaan hadap masalah. Rutinitas semacam itu mendorong manusia agar tidak mengobjekkan sesamanya, apalagi menghilangkan nyawa, lalu sembunyi tangan.
Dapat dikatakan bahwa sebetulnya manusia yang dapat memenuhi nilai-nilai pada dirinya sendiri adalah manusia yang autentik. Tentu manusia tidak akan sulit untuk berjalan di koridor yang seharusnya alias memenuhi kodratnya, yaitu mengejar nilai-nilai.
            Lalu berhasilkah Indonesia menerapkan pendidikan yang baik? Belum. Selama masih ada masyarakat yang termarjinalkan—konkritnya, selama masih ada manusia yang merasa dibuat tidak nyaman dan merasa dilecehkan oleh sesama,—itu berarti instansi pendidikan dan pemerintah yang berdaulat atas pendidikan belum melakukan yang seharusnya; mereka belum menerapkan sepenuhnya pendidikan humanis.
            Lengkap sudah Indonesia karena adanya Pancasila. Sungguh beruntung memiliki kesepakatan akan nilai-nilai berwujud karakter ideal yang pantas diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sungguh tidak mudah menyatukan banyak kepala untuk melakukan konsensus tentang nilai-nilai universal yang berlaku hingga Indonesia setua ini. Tetapi nilai-nilai tersebut—ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kepemimpinan rakyat, dan keadilan sosial—ternyata tidak mungkin tercapai tanpa pendidikan yang ideal.
            Tak ada pemecahan masalah yang terlalu abstrak dan utopis, sebetulnya. Masalah kekerasan dan nilai kemanusiaan terdiri dari semacam atom atau monat sistemik yang terdiri dari kesadaran manusia atas dirinya sendiri, bangsa, dan pendidikan yang humanis. Cukup mengenal dan hargai kandungan Pancasila serta melaksanakan pendidikan humanis sejak dini. Sedalam apapun budaya kekerasan dan pengabaian nilai kemanusiaan tertanam, perlahan, pasti akan tercabut sampai ke akar.

Comments

  1. gue setuju. Gue rasa hampir semua orang di Indonesia setuju bahsa masalah utama negeri ini kuncinya ada di pendidikan.

    Tapi sayangnya yang tahu masalah ini menanggapinya secara dangkal; NEM bagus, maka orangnya pinter.

    Sempat hilang harapan sampai kemarin gue nonton video Ahok bilang : "Saya ga liat NEM, NEM bisa kasih soal. Gak lulus semua jg gpp asal logikanya ngerti."

    Faith in humanity return.

    Kualitas harus di atas kuantitas.

    mari kita menjadi guru dan rombak semua sistem pendidikan di Indonesia ini
    #ke laut dulu

    ReplyDelete
  2. ijin mengcopy untuk keperluan tugas...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prestasiku Untuk Masa Depan (1)

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di jenjang SD harus sudah

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.