oleh : Hardiat Dani Satria
Membicarakan
pendidikan memang sesuatu yang ironis. Bisa dikatakan, banyak orang menganggap
pendidikan itu sebagai keharusan dan pencapaian yang sangatlah penting. Tidak
jarang yang menjadikan pendidikan itu sebagai sarana prestis semata untuk
meningkatkan status sosial. Pendidikan sekarang yang berkualitas hanya dapat
dinikmati oleh orang-orang yang berduit. Saya yakin banyak yang berharap bahwa
pendidikan dapat mengubah nasib dan meninggikan status ekonomi. Apakah seperti
itukah tujuan dari pendidikan?. Dengan demikian sama saja pendidikan sebagai
sarana ajang peningkatan prestis dan pencari ijazah saja.
Setelah
muncul lembaga survei pendidikan seperti webometrics,
banyak peringkat-peringkat bertaburan tentang universitas apa yang laku
dipasaran. Selain itu dominasi jurusan yang laku di dunia kerja semakin
menambah dan meraup banyak mahasiswa terjaring di dalamnya. Saya merasa hal ini
tidak adil jika menganggap pendidikan sebagai pihak yang netral. Bahkan saya
berani bahwa pendidikan itu sangat politis dan terlalu mengikuti keinginan pasar.
Bila
hal ini terus dijalankan, sistem ini nantinya akn membuat wajah sistim
pendidikan buruk. Catatan hitam dunia pendidikan sebenarnya bukan hanya pada
perguruan tinggi saja. Saya melihat ketidakadilan menimpa pada level SD-SMA.
Lihat saja, kualitas pendidikan dihitung dari seberapa besar siswanya
prestatif. Prestatif dari segi apa? Indikatornya saja tidak begitu jelas. Hal
inilah yang memperparah pendidikan pada daerah terpencil. Selain itu menganggap
yang terisolir dengan pandangan miring dan sebelah mata.
Keinginan
lembaga pembuat peringkat bagi saya sangatlah tidak bermoral. Untuk pemacu
semangat?. Bagi saya hal itu malah menihilkan objektifitas dunia pendidikan.
Netralitas yang tercipta hanyalah keadaan
semu yang dimanfaatkan bagi pihak-pihak peraup keuntungan. Jika
mengandalkan fasilitas sekolah dan output
di dunia kerja, hal itu bukanlah indokator. Karena tidak semua kemungkinan dan output dari seluruh nusantara tercatat
dengan baik.
Apabila
ada dari sekolah kota yang bangga dengan peringkat yang sangat mendominasi dari
segi fasilitas dan output, maka
gunakanlah itu untuk regional tertentu saja. Jangan melakukan generalisasi
keadaaan, sehingga persepsi masyarakat akan terlihat pendidikan pada daerah
terpencil tersebut kurang berkualitas. Popularitas pendidikan di daerah
terpencil seakan-akan dikategorikan sebagai pendidikan yang monoton dengan
fasilitas penunjang pendidikan yang terbelakang. Maka dari itu, kita harus
mengubah persepsi itu dan mulai sekarang bertindaklah secara adil terhadap
pendidikan Indonesia.
Saya
percaya, bahwa pemerataan dapat bisa tercapai apabila kita memanfaatkan seluruh
perguruan tinggi di Indonesia untuk berkontribusi nyata dalam program Kuliah
Kerja Nyata. Perihal yang dimaksud Kuliah Kerja Nyata adalah keharusan, dan
kewajiban bagi seluruh mahasiswa. Program ini adalah sebuah program yang
seharusnya memiliki tingkat penilaian tinggi. Hal ini dikarenakan haruslah ada
tuntutan bagi mahasiswa untuk mengajar di sekolah-sekolah terpencil dalam
rangka kegiatan penularan ilmu.
Jangan
hanya bertumpu pada perguruan tinggi yang berfokus pada kerguruan saja, akan
tetapi mengajar adalah suatu keharusan bagi mahasiswa yang memiliki
keberuntungan bersekolah di perguruan tinggi. Perguruan tinggi apa saja dapat
berkontribusi apa saja, untuk mengajar ke pelosok-pelosok terpencil guna
menularkan ilmu. Hal ini berpengaruh besar pada kondisi masyarakat agar terus
termotivasi supaya dapat melanjutkan pendidikan guna menebar inspirasi dan
terus berkontribusi untuk masyarakat.
Sewaktu
saya masih SD, desa saya sering kedatangan mahasiswa yang melakukan Kuliah
Kerja Nyata, dan melakukan penyuluhan ke Desa saya di Kendal, Jawa Tengah. Teman-teman
saya yang sewaktu itu jarang melihat mahasiswa, menjadi termotivasi karena
kedatangannya. Mereka lebih bahagia diajarkan oleh kakak-kakak yang mengikuti
program ini. Bagi saya, hal ini sangat besar dampaknya bagi siswa-siswi SD
kelas 4 yang waktu itu diajarkan mengenai rambu-rambu lalu lintas.
Saat
ini saya berpikir, bila mahasiswa yang jumlahnya ratusan ribu ini disebar ke
selurun Indonesia, inspirasi seperti apa yang membuat dampak sangat signifikan
ini. Apabila setiap tahun ada mahasiswa yang secara nyata bekerja bagi masyarakat
di SD terpencil akan berdampak pada pola pikir masyarakatnya. Contohnya saja,
saya sewaktu itu juga menganggap kakak-kakak yang mengajar dari Perguruan
Tinggi itu pintar dan baik-baik. Dan itu juga, membuat teman-teman saya juga
semangat untuk mengejar cita-cita.
Hal
inilah yang dapat mahasiswa lakukan dalam proses pemerataan pendidikan dasar di
daerah-daerah terpencil. Univeristas-universitas yang katanya 5 besar di
Indonesia, seperti UI, ITB, UGM, IPB, dan ITS ini alangkah baiknya mewajibkan
mahasiswanya untuk melakukan pembinaaan secara nyata kepada masyarakat. Dengan
kewajiban pengajaran secara langsung kepada masyarakat di daerah terpencil. Hal
ini bagi saya nantinya pasti akan berdampak basar bagi perkembangan pemikiran
masyarakat terpencil terhadap pendidikan.
Sewaktu
saya di SD, letak sekolah saya di tengah pedesaan dan saat itu saya bukanlah
anak yang pintar. Ranking saya saja
38 dari 45 siswa di kelas yang ada. Saya memiliki teman-teman yang pandai
sekali matematika dan IPA saat SD, bahkan saya juga bingung kenapa mereka
begitu pintar. Sampai ketika saya tahu bahwa mereka hanya memiliki fasilitas
yang bahkan lebih kurang dari saya. Akan tetapi, mereka begitu cerdas. Level
kecerdasan mereka bisa saya prediksikan sangatlah tinggi, akan tetapi karena
kurangnya sosialisasi dan pendekatan dari pemerintah, mereka tidak dapat
menentukan mau dibawa kemana prestasi pendidikan meraka.
Sampai
ketika saya SMP, saya pindah ke kecamatan Cepiring. Ketika di sana, saya
berpisah dengan teman SD saya, karena terbagi menjadi 2 kecamatan. Saya di
Kecamatan Cepiring dan setengahnya ada pada Kecamatan Kangkung. Saat itu saya
sudah jarang bertemu dengan kawan-kawan saya yang cerdas itu. Dan pada akhirnya
saat itu bertemu juga, dan teman saya yang sewaktu ranking di kelas tidak bersekolah lagi karena orang tuanya
menginginkan mereka untuk langsung bekerja. Mereka kebanyakan setelah lulus
dari SD langsung membantu orang tuanya bekerja di sawah dan membantu berjualan
di pasar.
Melihat
kondisi tersebut, saya sangat merasa bahwa bakat yang ada pada teman saya itu
sangatlah tidak tersalurkan dengan baik. Padahal jika dapat terus terasah, saya
yakin teman saya itu bisa terus cemerlang prestasinya. Hal ini yang menjadi
pikiran buat saya, dan saya merasa bahwa saya sangat beruntung karena masih
bisa bersekolah SMP. Akan tetapi teman saya pupus sudah tingkat pendidikannya,
dikarenakan orientasi orang tuanya adalah membantunya untuk bekerja di sawah.
Padahal sewaktu SD, teman saya itu sudah beberapakali menjuarai lomba tingkat
Kabupaten. Dan saya sangat menyayangkan hal tersebut.
Ketika
itu saya lulus SD tahun 2003, setelah itu 8 tahun berselang, kami akhirnya
bertemu. Saat bertemu, dia ternyata bekerja pada kuli di galangan kapal. Dia
juga bekerja di gudang-gudang di pelabuhan kapal juga. setahun yang lalu saya
bertemu dia di salah satu masjid di Kendal. Dia kaget melihat saya melanjutkan
ke perguruan tinggi negeri, dan bisa pada tingkatan S1 tersebut.
Pada
waktu SD, kita sering sebangku dan saya selalu diajari dan dibantu dia saat
menggerjakan di depan kelas. Sekarang dia bangga kepada saya karena dengan
usaha keras saya bisa sampai pada tahap ini. Selain itu dia juga berharap
anaknya bisa juga berprestasi seperti saya. Anaknya berusia 4 Tahun sekarang,
dan dia sudah memiliki istri sejak 18 tahun. Mungkin cerita yang saya paparkan
ini mirip dengan film Laskar Pelangi, akan tetapi memang seperti ini keadaan
yang saya alami.
Anwar
nama teman saya ini berkata bahwa saya harus menjadi Presiden. Saya menaggapinya
dengan bercanda karena menjadi Presiden bukan hal yang gampang. Tapi saya hanya
bisa mengamini saja karena ini adalah doa dari teman saya. Suatu saat nanti,
dia berkata bahwa saya harus bisa menjadi orang sukses dan dapat membuka usaha
di kendal. Hal ini dia harapkan agar dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat
lainnya, bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk mencari berkah.
Kembali
kepada permasalahan mengenai pendidikan di daerah terpencil, bahwa sesungguhnya
banyak potensi yang dimiliki warga desa terisolir untuk semangat bersekolah.
Akan tetapi, kurangnya sosialisasi mengenai pendidikan ini yang menjadi kendala
dan menjadi penghambat pencapaian pendidikan tiinggi. Terlepas bahwa pendidikan
tinggi telah dikomersialisasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kuasa. Pendidikan
tinggi juga menjadi lahan bisnis dengan menjualbelikan jurusan yang dibutuhkan
pasar.
Saya
sedih melihat kondisi warga desa yang kebetulan tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan informasi mengenai pendidikan tinggi, sehingga dapat meyakinkan
orang tuanya. Saya beruntung mempunyai orang tua yang peduli akan pendidikan.
Bahkan sampai SMP pun saya kebetulan masih bisa bersekolah SMP di Kecamatan
yang bagi saya sangatlah bagus dengan kemampuan saya yang seadanya ini.
Maka
dari itu, kita sebagai mahasiswa haruslah jangan memungkiri adanya tridharma
perguruan tinggi. Kita melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Konsep
ini yang seharusnya kita pegang untuk terus berupaya belajar dengan giat, dan
pada akhirnya hasil kita belajar kita abdikan kepada masyarakat. Saya percaya
apabila, semua mahasiswa dibekali keahlian mengajar dan mendistribusikan
kemampuan mereka ke pelosok-pelosok negeri, maka inspirasi bagi mereka yang di sana
akan sangatlah besar.
Saya
sangat percaya bahwa mereka yang berada pada daerah terpencil juga butuh
pendidikan. Mereka butuh kita yang lebih dahulu memiliki kesempatan untuk
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Saya juga yakin bahwa potensi mereka
bisa disandingkan kepada mereka yang berada di perkotaan dengan segala
fasilitas yang ada. Kesenjangan memang membawa ketidakadilan, dari bentuk
perekonomian sampai pendidikan. Hal ini dikarenakan mereka yang di sana juga
warga Indonesia seperti kita yang hadir dalam ketidakberuntungan dalam
pendidikan.
Belajar
dari Anwar teman saya SD, bahwa dia hanyalah korban dari sistem pendidikan yang
sangat tidak adil. Pendidikan yang hanya didapatkan dari informasi tertentu dan
sebagian besar dinikmati oleh orang yang punya uang. Pendidikan seharusnya
memang disediakan negara secara adil dan merata. Bukan ajang kompetisi siapa
yang bayar adalah yang mendapatkannya. Mengenai pendidikan negara kita belum
dapat memperbaiki aksesibilitasnya, sehingga dinikmati oleh beberapa kalangan
saja.
Seperti
saya yang sempat menjadi wartawan, dan menanyakan kelemahan negara Indonesia
kepada pakar hukum tata negara Universitas Andalas pada saat disukusi di
Cikini. Bapak Saldi Isra menjawab bahwa soal pendidikan, kita sama sama sekali
belum merdeka. Saya juga merasa kita sangat belum merdeka untuk pendidikan,
semuanya membutuhkan uang sendiri dan bagi saya negara belum bisa mencapai
kemerdekaan pendidikan.
Saya
berharap banyak orang seperti Anwar yang bisa melanjutkan sekolah sampai
jenjang yang tinggi. Mereka bersekolah bukan desakan dari orang tuanya, karena
mereka bersekolah dari dalam hati dan saya percaya mereka mencintai ilmu
pengetahuan. Mereka adalah potensi besar bagi negara ini, dan tidak selamanya
yang terpencil itu terbelakang.
bibit-bibit yang unggul tidak selamanya berada di kota, desapun juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. hanya saja terkadang fasilitas tidak memadahi yang menjadi hambatan utama
ReplyDelete