Sabtu, 10 November 2012 bertempat di Aula Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta diselenggarakan diskusi publik dengan mengangkat tema berjudul Membangun Kembali Pendidikan Indonesia. Diskusi publik ini merupakan salah satu rangkaian dari gerakan Sospol in Action yang dinaungi oleh BEM Fakultas MIPA Universitas Negeri Jakarta. Diskusi menghadirkan dua pembicara pada bidangnya yaitu Fauziah Fauzan, SE.Akt, M.Si selaku Pimpinan Ponpes Diniyyah Puteri Padang Panjang serta Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi selaku Direktur Insist, Ketua MIUMI , dan anak pendiri Ponpes Gontor sekaligus Pengajar diasana. Acara dibuka pada pukul 09.15 dan dihadiri kurang lebih 180 peserta baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dan masyarakat umum.
Pendidikan sejatinya merupakan sebuah
usaha dan proses untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang menjadi berilmu dan
berkarakter. Manusia merupakan objek dari pendidikan, oleh
sebab itu pendidikan juga menjadi satu hal terpenting dalam kehidupan seorang
manusia. Dengan pendidikan pula, seseorang menjadi lebih bernilai dan
bermanfaat baik di lingkungan maupun masyarakat. Wujud dari berkembangnya suatu
peradaban adalah saat kembali dan lahirnya suatu tradisi ilmu. Oleh sebab itu, dengan
membangun kembali pendidikan Indonesia melalui tradisi ilmu, Indonesia akan
dihadapkan pada kemajuan pendidikan yang merata dan berkualitas.
Rahmah El Yunusiyyah, Pejuang Pendidikan yang Terlupakan
Kemajuan
pendidikan Indonesia tak lepas dari peran penting pejuang-pejuang pendidikan,
salah satunya adalah Rahmah El- Yunusiyyah. Namanya memang asing dari daftar
pahlawan Indonesia. Namun perjuangannya tak bisa disepelekan. Beliau mendirikan
Diniyyah Puteri Padang Panjang pada tahun 1923 pada saat beliau berusia 23
tahun dan terinspirasi dari kakak kandungnya, Zainuddin Labay Elyunusy.
Pendidikan Perguruan ini juga memiliki peranan penting dalam perang
kemerdekaan, diantaranya saat itu santri Diniyyah Puteri aktif sebagai petugas
palang merah, menyediakan dapur umum bagi tentara pejuang Indonesia serta
membantu pejuang Indonesia dalam memperoleh senjata dari pihak Jepang. Beliau
juga merupakan satu-satunya wanita di dunia yang pernah menerima gelar Syaikhah
dari Universitas Al-Azhar pada tahun 1957.
Menurut
beliau, guru adalah pengajar dan pendidik, oleh karenanya guru hendaklah mampu
melaksanakan kedua fungsi tersebut dengan seimbang dan optimal dalam menyiapkan
generasi. Guru harus tahu bahwa muridnya
membutuhkan “yang baik dan yang banyak” oleh sebab itu ia sendiri harus
terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan yang lebih baik dan yang lebih
banyak. Guru haruslah mempunyai pengetahuan umum yang luas serta mengerti
berbagai cabang ilmu jiwa. Dengan komitmen jihad untuk Islam dan naluri
kepahlawanannya, Rahmah berprinsip bahwa tidak ada emansipasi dalam Islam,
sebab Allah telah menjamin persamaan hak lelaki dan perempuan, terbukti beliau
tidak hanya berjuang dalam bidang pendidikan dan kesehatan namun juga turut
serta memimpin pasukan yang kemudian menjadi TKR/Tentara Keamanan Rakyat. Walau
tanpa penghargaan dan pengakuan dari pemerintah, namun perjuangannya telah
terukir manis dalam bingkai sejarah perjuangan Indonesia.
Kepahlawanan
merupakan keberanian mengambil risiko dan tanggungjawab ketika tidak ada satu
orangpun yang mampu dan berani mengambil risiko tersebut. Jiwa kepahlawanan
yang telah dicontohkan Rahmah El Yunusiyyah hendaklah diteladani, karena
sesungguhnya jiwa kepahlawanan dibutuhkan oleh setiap orang.
Lembaga Pendidikan Pesantren
Pendidikan Indonesia saat ini
terlalu intelektualistis, yang berarti minus moral, akhlak dan karakter.
Tawuran antarpelajar sudah menjadi budaya turun menurun. Narkoba bahkan tindakan
asusila yang melibatkan pelajar sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu. Oleh
karenanya saat ini pendidikan pesantren merupakan salah
satu alternatif terbaik dalam membudayakan pendidikan yang berkarakter di
Indonesia.Pendidikan pesanten berusaha menghidupkan idealisme yang tinggi dan
menekankan filsafat hidup dengan tidak pernah memisahkan antara iman, ilmu dan
amal. Pendidikan pesantren berasaskan pada integritas bahwa semua ilmu agama
itu rasional dan semua ilmu rasional itu religius.
Terdapat
tiga poin penting metode pengajaran dalam pendidikan pesantren, diantaranya:
1. Metode lebih penting dari bahan pengajaran,
2. Guru lebih penting dari metode,
3. Jiwa guru lebih penting dari jiwa guru itu sendiri.
Pembentukan karakter dasar
dimulai dari keluarga. Ketika lingkungan keluarga tidak menjalankan fungsinya
dengan baik, maka pembentukan karakter seorang anak dimulai di lingkungan
sekolah atau kampusnya hingga lingkungan di dunia kerja.
Terdapat tiga level
lembaga pendidikan:
1. Makna guna, dimana siswa hanya dituntut untuk menghapal materi yang
diberikan di kelas.
2. Daya guna, siswa tidak hanya sekedar dituntut untuk menghapal, namun
juga memahami materi yang diberikan.
3. Karya guna, siswa tidak hanya mengerti dan memahami, namun juga
dituntut untuk menghasilkan karya dan inovasi.
Pembentukan
karakter dasar yang diterapkan di pesantren hendaklah dicontoh sebagai bekal
bangsa ini untuk tampil di pentas dunia yaitu dengan mengedepankan kewajiban
dan tanggungjawab kepada Allah
SWT; manusia dan alam sekitar; etos kerja; mengetahui
hukum; etika dan estetika serta komunikasi.
penulis : Tyan Retsa P
Bulettin SIA |
Comments
Post a Comment