Skip to main content

Dilema Masyarakat Sedulur Sikep: Pendidikan Yang Membuka Lembaran Trauma Sejarah


ditulis Oleh : Weni Mardi

Pendidikan adalah tonggak utama kemajuan sebuah negara, karena itu tidak heran jika di Indonesia ada undang- undang nomor 20 ayat 1 sampai 4 tahun 2003 yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional. Dan berdasarkan undang- undang 20 (1) tahun 2003 tertera bahwa setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Akan tetapi undang- undang tersebut tidak sepenuhnya bisa diberlakukan karena  beberapa hal seperti biaya pendidikan yang mahal, kurangnya jumlah guru yang berkompeten, fasilitas yang tidak memadai dan penolakan dari sejumlah komunitas adat di daerah terpencil yang belum merasakan pentingnya pendidikan formal. Salah satu dari komunitas adat yang menolak memberikan pendidikan formal bagi anak- anak mereka adalah komunitas sedulur sikep (juga dikenal sebagai kaum samin oleh masyarakat luas).
Komunitas sedulur sikep sendiri adalah sekelompok orang yang mendiami daerah Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Mereka adalah masyarakat asli  yang masih memegang hukum dan aturan adat yang berlaku di daerah mereka. Komunitas ini sering kali dihakimi oleh beberapa pihak sebagai kaum terisolasi atau kaum terbelakang. Mereka dipandang sebagai kaum terisolasi karena masyarakat adat sedulur  sikep mempunyai persepsi  yang berbeda dengan kebanyakan orang  seperti menolak perdagangan dan  menentang pedokumentasian kehidupan mereka dengan tidak membuat surat nikah, KTP dan akta kelahiran. Di sisi lain masyarakat adat sedulur sikep dinilai sebagai kaum terbelakang karena mereka tidak pernah merasakan pendidikan formal dan kebanyakan dari mereka belum mengizinkan anak- anak mereka untuk bersekolah.
Sebenarnya sangat tidak adil jika kita menilai masyarakat adat sedulur sikep sebagai kaum yang terbelakang,  hanya karena mereka tidak pernah mengeyam  pendidikan formal dan belum mengizinkan keturunan mereka bersekolah. Karena masyarakat adat sedulur sikep mempunyai alasan yang kuat mengenai mengapa mereka tidak mengizinkan anak-anaknya bersekolah.  Alasan  itu adalah karena adanya trauma sejarah yang mereka alami. Sebab di zaman penjajahan Belanda, orang- orang yang bersekolah atau disekolahkan pada akhirnya akan menjadi antek Belanda.
Sehingga komunitas sedulur sikep mengangap bahwa pendidikan akan mendegradasi identitas mereka sebagai seorang sedulur sikep sehingga pada akhirnya membuat komunitas sedulur sikep punah. Sebab pendidikan bukan saja mengubah kemampuan berpikir abstraki seseorang, tapi juga secara tidak langsung ikut mengubah pola pikir, gaya hidup dan sudut pandang seseorang pada sesuatu.
Dengan bekaca pada trauma sejarah komunitas sedulur sikep, tidak heran jika mereka menolak ajakan departement sosial dan pendidikan untuk menyekolahkan anak- anak mereka. Karena hal itu hanya akan membuka lembaran pahit dari sejarah mereka. Akan tetapi di sisi lain kita tidak bisa membiarkan komunitas sedulur sikep mejauhkan diri dari pendidikan terus- menerus seiring dengan berkembangnya zaman. Sebab suasana politik dan ekonomi di negara ini yang selalu bergejolak sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi komunitas sedulur sikep.
Ditambah lagi gerbang pasar bebas yang telah dibuka di Indonesia sejak  tahun 2010 telah memperburuk keadaan. Sebab dengan sistem pasar bebas semua pengusaha asing dari negara ASEAN dan China mempunyai akses luas untuk menginvasi Indonesia dengan barang dagangan mereka dan membuka pabrik atau perusahaan di seluruh pelosok Indonesia, termasuk di daerah Blora tempat komunitas sedulur sikep bermukim.
Disaat seperti ini prinsip- prinsip hidup komunitas sedulur sikep yang sarat dengan nilai- nilai luhur seperti aja dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput, mbedog colong (dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang). tidak akan banyak membantu mereka dalam menghadapi pasar bebas. Sebab berdasarkan prinsip-prinsip  itu masyarakat adat sedulur sikep cenderung memiliki sikap tidak menaruh prasangka buruk pada orang lain apalagi sampai mencurigai.
Hal ini akan sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak- pihak yang tak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungan dari sumber daya alam milik komunitas sedulur sikep yaitu gunung yang mengandung kapur dan semen berkualitas baik. Sehingga bukan tidak mungkin kasus PT Semen Gresik pada tahun 2008 dapat kembali terulang. Disaat seperti inilah komunitas sedulur sikep memerlukan landasan kuat untuk mempertahankan eksistensi mereka dan pendidikan adalah jawaban yang  paling tepat.
Tapi tentu saja sebelum memberikan pendidikan kepada masyarakat sedulur sikep dan ‘memaksa’ mereka untuk mengeyam  pendidikan, para pendidik dan departement pendidikan sebelumnya harus melakukan penyesuaian pada kurikulum yang ada. Jangan memaksakan kehendak dengan mengunakan kurikulum nasional yang belum tentu dapat memfasilitasi kebutuhan pembelajar dari masyarakat adat  sedulur sikep. Sebab pada dasarnya kurikulum nasional dirancang dengan mengasumsikan bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki latar belakang sosial dan budaya yang sama.  Sehingga seringkali kurikulum nasional tidak dapat mengakomodir kebutuhan berbeda dari tiap daerah. Para pendidik dan departement pendidikan juga harus mengingat bahwa pendidikan adalah alat untuk membantu manusia menjadi pribadi yang lebih baik dan bukan untuk memperkosa identitas suatu komunitas dengan mengabaikan kebutuhan belajarnya.
Dalam kasus ini para pendidik dan departement pendidikan daerah memainkan peranan yang penting untuk melakukan penelitian dan observasi di wilayah komunitas sedulur sikep, untuk mencari tahu tentang latar belakang sosial dan budaya mereka dan menemukan kebutuhan mereka sebagai pembelajar. Setelah kebutuhan belajar komunitas sedulur sikep dapat diidentifikasi, para pendidik dan departement pendidikan daerah bisa bekerjasama untuk merancang sistem pendidikan yang cocok bagi komunitas sedulur sikep.
Dan penting untuk diingat bahwa jika nanti ditemukan bahwa komunitas sedulur sikep tidak nyaman dengan sistem pendidikan formal maka jangan memaksakan kehendak dengan “menarik’ mereka ke sekolah formal. Karena pada dasarnya hakikat pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai dengan bunyi undang- undang nomor 20 (3) tahun 2003.
Dapat dilihat bahwa berdasarkan undang- undang tersebut fungsi pendidikan adalah sebagai alat bantu, bukan sebagai gunting yang memangkas segala perbedaan yang bisa membuat penilaian buruk  masyarakat aday sedulur sikep pada pendidikan bertambah buruk. Sebab cara yang paling tepat untuk memperkenalkan pendidikan pada komunitas sedulur sikep adalah dengan mengadaptasikan sistem pendidikan itu sendiri pada kehidupan sehari- hari mereka.


Dan setelah metode yang paling tepat untuk mengajar di komunitas sedulur sikep ditemukan. Kini giliran departement sosial harus ikut membantu departement pendidikan dan para pendidik untuk mensosialisasikan program pendidikan bagi  komunitas sedulur sikep.  Rangkullah mereka dengan perlahan- lahan dan jangan membuka kembali trauma sejarah mereka tentang pendidikan. Lalu beri informasi bahwa kini pendidikan bukan bertujuan untuk menciptakan antek- antek Belanda  atau mendegradasi identitas mereka sebagai bagian dari komunitas sedulur sikep. Sebaliknya pendidikan kini dapat membantu mereka untuk tetap mempertahankan eksistensi mereka ditengah kepungan era globalisasi tanpa perlu mengurangi atau menghilangkan  prinsip- prinsip hidup mereka.

Comments

  1. Saya setuju dengan anda statement bahwa pendidikan adalah sebagai alat bantu, namun jika bercermin pada kenyataan saat ini pendidikan telah dijadikan seagai lahan bisnis. Jadi, kita harus melihat pula sisi ekonomi para sedulur sikep community.

    ReplyDelete
  2. Wow, sedulur sikep??? ada di Blora. ^_^

    Keren

    ReplyDelete
  3. Menarik pernyataan ini: "fungsi pendidikan adalah sebagai alat bantu, bukan sebagai gunting yang memangkas segala perbedaan yang bisa membuat penilaian buruk masyarakat aday sedulur sikep pada pendidikan bertambah buruk"
    pendidikan yang membantu biasanya lahir dari kepedulian yang tulus dan merdeka... tapi nyatanya sistem pendidikan yang mengikuti angin perpolitikan di negeri ini kerap memaksa pendidikan menjadi 'gunting'...:)

    ReplyDelete
  4. Sebetulnya latar belakang sosial dan budaya komunitas Sedulur Sikep sudah dipahami oleh para pemangku kepentingan di wilayahnya, tetapi dalam kontekas pemikiran para pengambil kebijakan di Jawa Tengah dan negeri ini pada umumnya cara hidup dan budaya komunitas Sedulur Sikep tidak akan bisa diakomodir karena ada banyak kepentingan pribadi maupun golongan yang akan kontradiktif dengan cara hidup dan budaya komunitas Sedulur Sikep.
    Saat ini sudah ada beberapa anak muda dari komunitas Sedulur Sikep yang belajar di Perguruan Tinggi di Jogja, Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Ini menunjukkan indikasi keterbukaan dari komunitas Sedulur Sikep.
    Judul artikel di atas bisa lebih dipertajam supaya lebih menggigit.
    By the way, that is good idea. Go a head...

    ReplyDelete
  5. setuju kakak,,,
    deket kampung halaman tuh,,

    ReplyDelete
  6. Saya pernah menonton film tenteng orang2 samin ini. Kehidupan mereka sangat harmonis dan rukun. semua keputusan tergantung pada "kepala suku" yang biasanya tokoh sesepuhnya.
    saya kira jika kita heendak memberi pendidikan kepada mereka, tidak serta merta kita datang untuk research, lalu membawa kurikulum khusus untuk mereka. hal ini sulit karena mereka mempunyai schemata (pengertian / penngalaman) traumatis terhadap pendidikan.
    saya lebih cenderung mengharap gerakan perubahan dari pemuda Samin itu sendiri. Kita "sadarkan" mereka dengan mengirimnya ke institusi pendidikan diluar seperti yang di sampaikan Pakk James Abimayu.

    ReplyDelete
  7. Dengan (adanya) sistem pendidikan yang fleksibel (semoga) bisa membantu para pendidik untuk terus memberikan edukasi-edukasi yang memang penting untuk mereka pelajari.

    ReplyDelete
  8. Sepakat dengan gagasan sdr. Weni. Sosialisasi by touching their heart & adaptasi tentang urgensi & materi ajar adalah dua cara yang mungkin lebih baik ketimbang membiarkan mereka tetap pada paradigma menolak pendidikan formal itu.
    Mantap, Weni.

    ReplyDelete
  9. tidak dapat dipungkiri bahwa setiap daerah masih menggunakan kurikulum yang sama, namun sekarang sebagai agent of change, mari kita ubah hal tersebut dengan menyesuaikan kebutuhan mengenai pendidikan di masing-masing daerah. Tentunya semua pihak diharapkan berpartisipasi demi menghadapi tantangan baru di dunia pendidikan & mendukung pemerataan pendidikan di Indonesia

    ReplyDelete
  10. Tulisan ini dapat membuka pikiran orang-orang tentang sesuatu yang tidak terlihat sebelumnya. Semoga dari tulisan ini dapat membuat dunia pendidikan di Indonesia jadi lebih baik

    ReplyDelete
  11. Saya suka gaya penulis yang tidak menghakimi, namun berpikir lebih dari sekedar melihat apa yang terjadi. Kasus seperti ini banyak, tapi orang-orang melulu menghakimi tanpa memberikan solusi yag jelas. Ini menarik.

    ReplyDelete
  12. Pendidikan adalah hak semua umat manusia, jadi mengapa harus dihambat dan di hadang dengan keterbatasan biaya, fasilitas, saran dan prasarana... inilah yang harus dipikirkan bersama

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Prestasiku Untuk Masa Depan (1)

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di jenjang SD harus sudah

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.