Skip to main content

Jati Diri Bangsa Bermula Dari Pendidikan


Ditulis Oleh : M Saidil Umerey

Pendidikan, suatu kata keramat yang dapat mengubah suatu hal sederhana menjadi sesuatu yang luar biasa. Baik formal maupun non formal, yang memiliki taraf ekonomi tinggi maupun sangat rendah, dari negara maju dan terbelakang sekalipun, pendidikan menjadi prioritas utama dalam kehidupan masyarakat di dunia. Mengapa pendidikan begitu penting dan menjadi prioritas? Ini disebabkan karena pendidikan adalah “alat” pembentuk generasi muda bangsa suatu negara.
“Beri saya 100 orang dewasa untuk mengguncang Gunung Galunggung, tetapi beri saya hanya 10 orang pemuda untuk mengguncang dunia.” Sebuah kata mutiara dari mendiang proklamator kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno menjadi alasan utama generasi muda sebagai tonggak kemajuan negara. Seperti dikemukakan sebelumnya, pendidikanlah awal dari kemajuan itu.
Sebelumnya, kita harus mengetahui pendidikan yang sebenarnya. Apakah pendidikan hanya untuk mengejar nilai sempurna? Nilai 9 di rapor atau punya IPK 4,0 di kampus misalnya? Hal yang dikemukakan di atas memang penting untuk standar kualitas pembelajaran yang didapat, tetapi apakah itu menjamin pembelajaran yang didapat dan diberi nilai tinggi itu merupakan sebuah pendidikan yang dapat memajukan bangsa? Jawabannya, tidak!
Inti dari pendidikan itu sebenarnya dapat kita teladani dari konsep Ki Hajar Dewantara dalam mendirikan Taman Siswa, yaitu:
Ing ngarso sung tulodo yang berarti “di depan memberi contoh” mempunyai arti pendidikan memberikan teladan yang baik, teladan yang santun, dan teladan yang jujur. Selain itu, pendidikan dapat memberikan pembelajaran tentang kehidupan masa lalu yang dapat dijadikan contoh menempuh kebaikkan di masa yang akan datang.
Ing madyo mangun karso yang berarti “di tengah memberi semangat” mempunyai arti pendidikan dapat menggairahkan hati dan jiwa para generasi muda untuk semangat dalam membangun masa depan bangsa dan negara.
Dan yang terakhir, tut wuri handayani yang berarti “di belakang memberi dorongan” mempunyai arti setelah tercipta generasi muda yang memahami contoh yang baik serta semangat untuk melaksanakannya, pendidikan harus memotivasi generasi muda untuk melakukannya di kehidupan nyata secara terus-menerus.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana pendidikan itu dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Jawaban yang paling tepat adalah dengan meningkatkan kualitas pendidik di negara ini. Selanjutnya, timbul pertanyaan lainnya, siapa pendidik itu? Setidaknya ada 3 komponen yang dapat dikatakan pendidik.
Pertama adalah keluarga. Keluarga sebagai “ujung tombak” pembentukkan karakter generasi muda. Dari keluarga, timbul berbagai macam aktivitas serta sifat serta pola pikir generasi muda dalam menyikapi perkembangan bangsa dan negara. Orang tua terutama menjadi organ penting keluarga dalam membentuk karakter tersebut.
Menjadi pernyataan yang keliru bahwa orang tua hanya membiayai pendidikan anaknya tanpa tahu bagaimana perkembangan anak tersebut. Karena sebenarnya, dari sikap, perilaku, dan kasih sayang serta motivasi orang tua yang menentukan pola kehidupan anak.
Sebagai contoh, bila orang tua dengan serius ingin anaknya menjadi pintar, maka orang tua itu akan mendukung sekuat tenaga agar anaknya menjadi pintar. Tetapi, ada orang tua yang hanya memberikan modal berupa materi saja kepada anak tanpa ada motivasi dan kontrol kepada anak, sehingga anak yang diharapkan menggunakan modal yang telah diberikan untuk kegiatan belajar, ternyata dipakai utnuk kesenangan belaka yang dapat menjerumuskan anak ke lembah hitam kehidupan, seperti narkoba, seks bebas, dan lain-lain.
Hal seperti ini sekarang telah terjadi di negara kita, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, karena orang tua kurang mengawasi kegiatan anak serta kurangnya kasih sayang kepada anak. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga menjadi penempa “IMTAQ” anak untuk kemajuan bangsa.
Kedua adalah sekolah. Sekolah dapat diibaratkan sebagai busur panah, mengapa? Karena sekolah dapat mempercepat proses pendidikan serta pembelajaran yang telah dilakukan di rumah oleh keluarga. Mempercepat proses itu bukan berarti sekolah seperti “katalis”, tetapi sekolah berperan sebagai penunjang sekunder dalam memberikan pendidikan, seperti IPTEK yang mungkin tidak akan didapat dilingkungan keluarga.
Sekolah, dalam pandangan Ki Hajar Dewantara sebelumnya, berperan seluruhnya dalam pandangan tersebut. Mengapa? Karena sekolah berperan dalam memberikan contoh kepada generasi muda, berperan dalam memberikan semangat, serta berperan dalam motivasi anak.
Bila ketiga hal yang telah diwariskan oleh Bapak Pendidikan dapat tercapai, “busur panah” ini membuat panah yang memiliki ketajaman IMTAQ dan IPTEK dapat melesat di bumi pertiwi bahkan dapat melambung sampai puncak tertinggi.
Dan terakhir adalah pemerintah. Segala kebijakan pendidikan nasional berasal dari pemerintah, meliputi kurikulum, sarana prasarana, serta publikasi kemajuan anak bangsa secara nasional maupun internasional. Inilah fokus utama kalau membicarakan tentang kemajuan pendidikan di Indonesia. Mengapa?
Pertama adalah sistem kurikulum pendidikan di Indonesia sangat tidak relevan dalam mengembangkan karakter bangsa Indonesia. Sebagai contoh, tidak ada lagi pendidikan tentang budi pekerti luhur dalam sekolah, pengurangan jam pelajaran agama dan kewarganegaraan yang esensinya tidak mendukung pembangunan karakter. Pelajaran agama sekarang hanya bersifat hapalan dan sejarah tanpa ada dorongan untuk aplikasi tingkah laku yang telah diajarkan. Pendidikan kewarganegaraan lebih parah lagi karena hanya membicarakan hal yang bersifat teori hukum tertulis tanpa mengenalkan penghayatan nilai-nilai bangsa serta pengamalannya dalam kehidupan nyata.
Permasalahan kedua adalah sarana prasarana dan publikasi ke khalayak ramai. Banyak generasi muda pintar dengan IQ tinggi, mempunyai nilai yang tertinggi di institusinya, tetapi malah mengabdi di negara lain. Ini semua disebabkan karena sistem pendidikan di Indonesia khususnya tidak memfasilitasi generasi pemuda ini dalam mengembangkan ide kreatif dan inovatif yang dapat memajukan bangsa. Jangankan orang pintar yang berkecukupan, generasi muda yang jenius tetapi memiliki keuangan yang serba kekurangan “kurang” mendapat perhatian dari pemerintah.
Padahal UUD 1945 sendiri telah mengisyaratkan dalam Pasal 28C ayat 1 bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Telah nyata dan jelas, negara menjamin pendidikan dan pemanfaatannya bagi umat manusia, terutama pada hal-hal yang mensejahterakan masyarakat. Tetapi sangat disayangkan, jangankan untuk mengembangkan hasil pendidikan, untuk memperoleh kesempatan belajar dan fasilitas belajar terutama di daerah terpencil susah didapat.
Inilah fokus utama pendidikan dalam pengembangan karakter bangsa dan jati diri. Disadari maupun tidak, nila agama, nilai budaya serta nilai patriotisme negara yang selama ini dipertahankan untuk pengembangan jati diri dan karakter bangsa mulai terkikis akibat globalisasi yang negatif. Padahal, tujuan utama dari globalisasi itu untuk memperkenalkan nilai dan jati diri bangsa ke mata dunia. Tetapi sekarang, jangankan untuk mempromosikan nilai bangsa, malah kita mengalami degredasi serta pergeseran nilai budaya bangsa.
Sebagai contoh, siapa yang kenal dengan artis Korea seperti Super Junior atau SNSD? Atau siapa itu Lady Gaga? Bagaimana Gangnam Style itu? Saya sangat yakin anak muda Indonesia pasti tahu jawaban dari pertanyaan di atas.
Sekarang kita ganti pertanyaannya. Bagaimana angklung dibuat? Pada tahun berapa Jembatan Ampera dibentuk? Atau siapa nama asli Ki Hajar Dewantara? Dengan keyakinan penuh, pertanyaan ini akan susah dijawab oleh generasi muda sekarang.
Untuk itu, marilah bersama-sama kita, baik orang tua, pengajar, pemerintah, dan termasuk anak muda Indonesia generasi penerus bangsa untuk bersama-sama mengembangkan nilai bangsa sebagai jati diri serta karakter pribadi setiap insan Indonesia. Dengan demikian, bangsa kita dapat menjadi bangsa yang selalu ingat akan asal mulanya serta dapat mengembangkan negara ini kedepan. Kata mutiara Ir. Soekarno yang telah disinggung sebelumnya pasti dapat dicapai bila pengembangan jati diri dan karakter bangsa ini telah tertanam dalam lubuk hati dan sanubari generasi muda Indonesia. “Bangsa yang besar bukan karena SDA yang melimpah, tetapi bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai negaranya.”

Comments

Popular posts from this blog

Prestasiku Untuk Masa Depan (1)

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di jenjang SD harus sudah

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.