Skip to main content

Memutus Lingkaran Setan Kemiskinan melalui Pendidikan

Oleh: Doriani Lingga

Kemiskinan merupakan masalah klasik yang dialami oleh hampir setiap negara, khususnya negara-negara sedang berkembang. Sulitnya mengatasi masalah kemiskinan turut memperkeruh keadaan, hingga kemiskinan seolah menjadi suatu masalah yang tak kunjung menemui titik akhir. Indonesia sebagai salah satu negara yang juga masih berjuang mengatasi masalah kemiskinan turut menghadapi persoalan yang sama. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memerangi kemiskinan, diantaranya ialah pemberian bantuan materil seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), subsidi pangan untuk masyarakat miskin, pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan program IDT serta Kukesra/Takesra yang merupakan pemberian modal bergulir sebagai hibah dan pinjaman/kredit mikro.  Namun tampaknya upaya tersebut belum mampu memberikan hasil yang diharapkan. Angka kemiskinan di Indonesia tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa menjadi 39,30 juta jiwa, sekitar 17,75% dari total jumlah penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2010). Menurut versi Bank Dunia kondisi kemiskinan di Indonesia justru lebih parah, dimana sebanyak 46,12% dari total jumlah penduduknya berada di bawah garis kemiskinan (memiliki pendapatan kurang dari US$ 2 per hari).

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia tentunya bukan kemiskinan alami, yaitu kemiskinan yang terjadi akibat hal-hal yang berada di luar kendali manusia, seperti bencana alam, keterbatasan sumber daya alam, perang, dan sebagainya. Didukung oleh kondisi sosial politik yang relatif stabil, Indonesia memiliki kondisi alam yang baik dan kekayaan alam yang melimpah sehingga disebut sebagai zamrud khatulistiwa. Namun. setelah 67 tahun merdeka, mengapa potensi tersebut masih belum juga mampu memberikan manfaat secara optimal untuk kesejahteraan rakyat Indonesia? Kondisi ini identik dengan peribahasa “ayam mati kelaparan di lumbung padi”. Karena itu dibutuhkan suatu tindakan radikal yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.

Salah satu teori teori kemiskinan, yaitu teori Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Poverty) yang dikemukakan oleh Ragnar Nurkse (1953) mengatakan bahwa suatu negara miskin karena negara itu pada dasarnya memang miskin. Teori ini merupakan konsep yang mengandaikan suatu konstellasi melingkar dari daya-daya yang cenderung beraksi dan bereaksi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama. Di bawah ini ditunjukkan ilustrasi yang menggambarkan teori lingkaran setan kemiskinan tersebut.
 

Dengan melihat siklus lingkaran setan kemiskinan di atas dapat diketahui bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat miskin terkait pada masalah pendidikan. Kondisi kesehatan, pengetahuan hingga produktivitas tidak terlepas dari pengaruh pendidikan. Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan yang lebih baik akan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan dan menciptakan kesadaran akan pentingnya meningkatkan pendidikan itu sendiri. Contoh sederhana, orang tua yang tamat SMA tentunya lebih menyadari pentingnya pendidikan tinggi untuk anaknya dibandingkan orang tua yang kurang berpendidikan.

Dari segi produktivitas, salah satu contoh masalah yang timbul akibat rendahnya pendidikan adalah ketidakmampuan mengolah kekayaan alam yang dimiliki, sehingga kekayaan alam tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Sekedar informasi, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada semester pertama 2011, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ialah sebesar Rp33 triliun, sedangkan Penanaman Modal  Asing (PMA) sebesar Rp82,6 triliun. Perbedaan yang nyata tampak dalam perbandingan ini, dimana sekitar 71,45% dari total investasi di Indonesia merupakan milik dari negara lain. Artinya sebagian besar dari kekayaan alam yang terdapat di negara Indonesia dinikmati oleh masyarakat di negara lain. Seandainya kekayaan alam tersebut dapat dimanfaatkan seutuhnya untuk kesejahteraan rakyat, tentunya masalah kemiskinan dapat diatasi.

Dari mana kita tahu bahwa kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan? Mari kita tilik kondisi tingkat pendidikan di Indonesia. Indeks pendidikan di Indonesia pada tahun 2011 ialah sebesar 0,584. Artinya hanya 58,4% dari penduduk Indonesia yang mendapatkan pendidikan yang memenuhi standar, sedangkan selebihnya sebesar 41,6% tidak bersekolah atau bahkan buta huruf. Hingga akhir tahun 2010 masih  terdapat sekitar 8,3 juta jiwa penduduk di atas 15 tahun yang buta aksara di Indonesia (Kemdiknas, 2011). Wajar jika upaya mengentaskan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah melalui pemberian bantuan materil belum mampu melepaskan rakyat dari jeratan kemiskinan. Sebab bantuan materil memiliki nilai yang jauh lebih kecil jika tidak disertai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelolanya. Karena itu, jika ingin memberantas kemiskinan, maka hal pertama yang perlu dibenahi ialah pendidikan.

Mengapa harus pendidikan? Karena hanya pendidikan yang mampu membentuk manusia-manusia berkualitas yang memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dari masalah kemiskinan. Tidak hanya menciptakan kader-kader berkompeten yang mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memberi penghasilan yang lebih baik, pendidikan juga akan menumbuhkembangkan jiwa-jiwa wirausaha yang pada akhirnya akan memperluas lapangan pekerjaan. Jadi intinya, pendidikan merupakan gunting yang dapat memutus lingkaran setan kemiskinan.

Masalahnya, bagaimana pendidikan yang layak dapat diperoleh dengan kondisi ekonomi rata-rata keluarga yang tidak mencukupi, bahkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan? Pemerintah bertanggung jawab dalam hal ini, mengingat apa yang diatur mengenai hak-hak perolehan pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang:
Pasal 31 Ayat (1) UUD  1945 : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pasal 31 Ayat (2) UUD 1945 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib   membiayainya.

Karena itu, tingkat pendidikan masyarakat, secara khusus masyarakat miskin tergantung pada kebijakan pemerintah. Program pendidikan wajib 9 tahun adalah salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah pendidikan. Namun hal ini justru menghadapi masalah lain, pendidikan sampai tingkat SMP tidak akan bisa menyiapkan individu yang memenuhi substansi kebutuhan dunia pekerjaan di tengah arus globalisasi. Untuk itu, pemerintah seharusnya menyesuaikan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan.

Di samping masalah kualitas dan distribusi pendidikan, masalah pendidikan juga tampak dalam hal disparitas gender buta aksara antara laki-laki dan perempuan. Kelompok perempuan miskin yang buta aksara relatif lebih besar dari penduduk laki-laki. Tidak mengherankan jika penduduk miskin di dunia didominasi oleh kaum wanita. Hal ini bisa terjadi karena masih tinggalnya pola pikir konserfatif dan budaya-budaya usang yang sudah seharusnya ditinggalkan.

Dari seluruh uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa apa yang dibutuhkan Indonesia dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan pembangunan, terutama untuk upaya pengentasan kemiskinan adalah Pendidikan. Melihat pentingnya peran pendidikan dalam upaya mengentaskan kemiskinan, maka diperlukan adanya totalitas untuk membenahi terlebih dahulu kondisi pendidikan. Untuk itu, kebijakan-kebijakan pemerintah sebaiknya diarahkan secara intensif pada upaya perbaikan di bidang pendidikan. Salah satu yang sebaiknya dilakukan ialah  pengaturan biaya pendidikan agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan bila perlu pemerintah bisa menerapkan sistem free cost education. Memang kadang-kadang kebijakan ini harus mengorbankan kepentingan-kepentingan lain. Namun itu merupakan harga yang wajar mengingat bahwa pendidikan juga akan memberi dampak besar bagi keberhasilan pembangunan dalam bidang-bidang lainnya. Hal yang tak kalah penting ialah mengawasi secara ketat implementasi dari setiap kebijakan yang berkaitan dengan kualitas dan kelangsungan pendidikan, termasuk proses aliran dana anggaran pembiayaan pendidikan. Perbaikan di bidang pendidikan akan menjadi tindakan radikal yang akan mengangkat masyarakat dari bawah garis kemiskinan.

Comments

Popular posts from this blog

Prestasiku Untuk Masa Depan (1)

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di jenjang SD harus sudah

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.