Skip to main content

KH. R. Zainuddin Fananie


KH.R. Z.Fananie: Biografi Singkat
KH. R. Zainuddin Fananie lahir di Gontor Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 23 Desember 1905. Putera keenam Kiyai Santoso Anom Besari. Silsilah KH. R. Zainuddin Fananie terhubung dengan Kiyai Tegalsari, Khalifah Hasan Besari. Kiyai Khalifah Tegalsari mengambil menantu Kiyai R.M. Sulaiman Djamaluddin, keturunan ke-IV Keraton Cirebon. Kiyai R.M. Sulaiman Djamaluddin mempunyai putera Kiyai Archam Anom Besari. Kiyai Archam Anom Basari mempunyai putera Kiyai R. Santosa Anom Besari yang bertempat tinggal di Ponorogo, Gontor, Jawa Timur. Istri Kiyai R. Santosa Anom Besari, Bu Nyai Santosa Anom Besari, merupakan keturunan Kanjeng Bupati Surodiningrat.[1]Pasangan inilah yang melahirkan KH. R. Zainuddin Fananie.

Riwayat pendidikan KH. R. Z. Fananie, panggilan KH. R. Zainuddin Fananie, mula-mula masuk Sekolah Dasar Ongko Loro Jetis Ponorogo, dan sementara itu mondok  di pondok pesantren Josari Ponorogo, kemudian ke Termas Pacitan, lalu  ke Siwalan Panji Sidoarjo. Dari sekolah  Ongko Loro beliau pindah ke Sekolah Dasar Hollandshe Inlander School (HIS), kemudian melanjutkan ke Kweekschool (Sekalah Guru) di Padang. Sesudah tamat sekolah guru beliau masuk Leider School (Sekolah  Pemimpin) di Palembang. Selain itu,  beliau pernah  belajar pada Pendidikan Jurnalistik dan Tabligh School (Madrasah Muballighin III) di Yogyakarta, dan selesai pada tahun 1930.[2]
KH. R. Z. Fananie mempunyai segudang pengalaman. Beliau pernah menjadi guru  di  HIS sejak 1926 sampai 1932, dan mengajar di School Opziener di Bengkulen sampai tahun 1934. Pada tahun 1929, KH. R. Z. Fananie mengemban amanah sebagai konsul pertama Pengurus Besar Ormas Islam Muhammadiyahse-Sumatra Selatan. Sementara dua sahabatnya, Buya Hamka dan Mahfudz Siddik, masing-masing bertugas di Sumatra Utara dan Sumatra Barat. KH. R. Z. Fananie, yang disebut-sebut sebagai tokoh Islam modernis, memilih 4 Ulu Kota Palembang sebagai pusat kegiatan.[3]Selain aktifitas di Ormas, KH. R. Z. Fananie, yang juga kerap disebut sebagai tokoh muda reformis, bergabung dengan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).[4] Mestika Zed seorang peneliti LP3ES menegaskan, KH. R. Z. Fananie merupakan salah satu tokoh PSII yang memiliki pengaruh sampai dengan periode Proklamasi Kemerdekaan.[5]
Pada tahun 1942 KH. R. Z. Fananie pernah menjadi Kepala Penasehat Kepolisian Palembang hingga tahun 1943. Setahun kemudian menjabat pimpinan Kantor Keselamatan Rakyat di Palembang. Setelah itu dipilih menjadi Kepala Kantor Tata Usaha Kantor Sju Tjokan.[6]Pada masa detik-detik revolusi, KH. R. Z. Fananie ikut terlibat menentukan formasi kepemimpinan Hookokai di Palembang dalam “Badan Pemerintahan Bangsa Indonesia” (BPBI). Menurut Mestika Zed, tokoh pergerakan KH. R. Z. Fananie merupakan salah satu pemain utama yang mengisi cikal-bakal aparatur pemerintahan Karesidenan Palembang.[7]Pada awal revolusi 1945, KH. R. Z. Fananie sendiri menempati posisi Kepala Bagian Sosial, sedangkan Ny. R. Z. Fananie memegang posisi Bidang Wanita.[8]Di sini,  KH. R. Z. Fananie menempati posisi sebagai wakil atau refresentasi tokoh nasionalis moderat dari kelompok Islam.[9]
KH. R. Z. Fananie ikut andil dalam revolusi Palembang. Masalah transportasi dan komunikasi menjadi kendala utama dalam mensosialisasikan revolusi di pedalaman. Tidak banyak orang kota yang mampu berbicara di depan masa petani. Mereka sulit membangkitkan gairah revolusi apalagi menerangkan soal-soal rumit berkaitan dengan politik kenegaraan. Badan pemerintahan hanya dapat mengandalkan segelitir tokoh nasionalis Islam semisal KH. R. Z. Fananie, yang pada masa sebelumnya banyak terlibat dalam badan propaganda Jepang.[10]H.M. Hasyim R., sekretaris Komite Nasional Indonesia (KNI), dan Kemas Usman Adil, ketua Barisan Pelopor Republik Indonesia, atau Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI) Pagar Alam, menyebut KH. R. Z. Fananie sebagai salah seorang yang aktif melakukan perjalanan keliling ke daerah pedalaman. KH. R. Z. Fananie menyampaikan pesan dari Palembang di setiap kota kecil yang disinggahi –Prabumulih, Lahat, Tebing Tinggi, dan Lubuk Linggau. Pesan yang disampaikan menyangkut bagaimana mengumpulkan pimpinan-pimpinan BKR (bekas anggota Hookokai),[11]mendirikan BPRI, dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Pada Januari 1946 digelar sidang pertama Komite Nasional Indonesia (KNI), yang telah menyandang nama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Keputusan sidang menetapkan KH. R. Z. Fananie sebagai Badan Pekerja Harian (BPH) DPR.[12]Disebutkan pula bahwa sejak tanggal 8 April 1953 KH. R. Z. Fananiediangkat oleh presiden menjadi anggota "Panitia Negara Perbaikan Makanan". Empat bulan setelah itu tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1953 menduduki Kepala Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial pada Kementerian Sosial. Masih pada tahun yang sama beliau  menjabat Inspektur Kepala, Kepala Inspeksi Sosial Jawa Baratdan Sumatra Selatan. Sejak tanggal 19 Januari 1956 mendapat kepercayaan menjadi Kepala Bagian Pendidikan Umum Kementerian Sosial. Pada pertengahan bulan Januari 1959 menjabat Kepala Kabinet Menteri Sosial. Setahun kemudian yaitu pada tanggal 12 Agustus 1957 menjadi Kepala Jawatan Pekerjaan Sosial. Dalam pada itu, KH. R. Z. Fananie tercatat mengikuti Rapat Paripurna III Musyawarah Pembantu Perencanaan Pembangunan Nasional (MUPPENAS), tanggal 29 Juni 1965 di Gedung MPRS Bandung. Terakhir adalah sebagai anggota BPP-MPRS sampai tahun 1967.[13]
Semasa kerja di pulau Andalas (Sumatra), KH. R. Z. Fananie bertemu dengan pasangan hidup beliau, Hj. Rabiah M. (1915-2007). Pada tanggal  21 Juli 1967, KH. R. Z. Fananie meninggal dunia di kediaman beliau di Jakarta, meninggalkan seorang istri dan seorang putera semata wayang, KH. Drs. Rusdi Bey Fananie (Anggota Badan Wakaf Pondok Modern Gontor).
KH. R. Zainuddin Fananie, bersama kakak dan adik kandung beliau, yakni KH. Ahmad Sahal dan KH. Imam Zarkasyi, yang tergabung dalam TRIMURTI (Tiga Serangkai), merintis pendirian Kuliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, pada tahun 1936. Program yang mula pertama diselenggarakan adalah Tarbiyatul Athfal (TA), pendidikan anak-anak bagi masyarakat Gontor, yang ditangani langsung oleh Pak Sahal (sapaan akrab KH. Ahmad Sahal). Setelah jumlah alumni TA sudah banyak, untuk memenuhi jenjang pendidikan selanjutnya, dibukalah Sullamul Muta’allimin (Tangga Bagi Para Siswa) pada tahun 1932.
KH. R. Z. Fananie memiliki berbagai gagasan tentang pendidikan modern. Gagasan-gagasan itu ditulis sendiri oleh KH. R. Z. Fananie dan dibantu oleh KH. Imam Zarkasyi dalam bentuk buku yang diberi judul “Pedoman Pendidikan Modern”. Buku ini terbit pada tahun 1934 sebelum KMI didirikan pada tahun 1936. Semua orang tentu mafhum yang disebut modern pada saat itu adalah Barat. Dengan kata lain, pendidikan modern berarti pendidikan mengikuti model Barat, yang dalam konteks Indonesia diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda.[14]Sedangkan pesantren-pesantren yang ada umumnya dikenal sebagai sebagai lembaga pendidikan tradisional.[15]KH. R. Z. Fananie memiliki peran besar dalam perubahan model pendidikan dari tradisional (klasik) ke modern. Sebab, beliau langsung merasakan dan mengalami pendidikan model Barat. Perlu ditegaskan di sini bahwa, dalam proses modernisasi di Gontor, peran KH. R. Z. Fananie secara konseptual sangat menonjol setelah penulisan buku yang ada di tangan pembaca ini.[16]
Buku Pedoman Pendidikan Modern ditulis ketika pengarangnya sedang bertugas di Sumatra. KH. R. Fananie mempunyai relasi dengan berbagai golongan, tak terkecuali para ahli pendidikan. Beliau mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Mahmud Yunus, yang dapat dipandang sebagai salah seorang pelopor pendidikan Islam modern di Indonesia. Pertemuan ini yang bisa jadi mendorong beliau untuk membekali sang adik, KH. Imam Zarkasyi, dengan pendidikan modern, yaitu dengan menganjurkan sang adik ini belajar di Normal School Padang, di bawah bimbingan Mahmud Yunus. Mengingat buku ini terbit sebelum adanya program KMI, dipastikan ia merupakan kerangka konseptual dari program modernisasi pendidikan di Gontor.[17] Dengan kata lain, KMI merupakan ramuan antara pengalaman dan konsep yang terkandung dalam buku ini.
KH. R. Z. Fananie merupakan ulama produktif yang melahirkan sejumlah karya. Selain “Pedoman Pendidikan Modern” (1934), KH. R. Z. Fananie menerbitkan buku-buku lain, seperti: “Pedoman Penangkis Crisis” (1935); “Sendjata Pengandjoer dan Pemimpin Islam” (1937); “Pengetahuan tentang Karang Mengarang dan Jurnalistik”; “Kesadaran dan Pedoman Suami Istri, Suluh Rakyat Indonesia”; “Ilmu Guru dan Soal Perguruan”; “Kursus Agama Islam”; “Ketinggian Martabat Islam”; “Islam Berhadapan dengan Dunia”; dan “Permenungan antara Islam dan Kristen”.[18]


[1]Beikut merupakan Bupati Salatiga sebelum kemerdekaan: Raden Adipati Surodiningrat I (1863–1886) dan Raden Adipati Surodiningrat II (1886–1891). Lihat http://id.wikipedia.org /wiki/Daftar_bupati_Salatiga.
[2]Lihat http://gontor.ac.id/gontor.
[3]Mestika Zed, Kepialangan Politik dan Revolusi: Palembang 1900-1950 (Jakarta: LP3ES, 2003), h. 146. R. Z. Fananie memiliki kedekatan dengan H. Mohammad Akil Kahir, seorang pedagang besar di Palembang. Keluarga H. Akil dikenal luas sebagai pembela Islam modernis melalui sekolah agama yang didirikan di Kota Palembang. Firma H. Akil juga memberi bantuan keuangan dalam pembangunan sekolah HIS Muhammadiyah di kampung 17 Ilir pada 1935. J.C.M, Peeters, “Kaum Tuan en Kaum Muda in de Residentie Palembang: 1925-1934.” Doctoral Scripte (Leiden: Universitas Leiden, 1988), h. 81. Mestika Zed, Kepialangan, Loc.Cit.
[4]H. Akil ini disebut-sebut sebagai pendukung gerakan Kaum Muda (reformis), yang menggunakan sekolah agama Aliyyah Diniyah sebagai markas kegiatan. Firma H. Akil banyak menyokong dana bagi kepentingan SI dan Muhammadiyah pada akhir tahun 1920-an. Setiap terjadi konflik antara kaum muda dan kaum tua yang banyak disokong pemerintahan kolonial, Muhammadiyah dan PSII tampil sebagai juru bicara kaum modernis Islam sejak tahun 1926. Mestika Zed, Kepialangan, Loc.Cit.
[5]Ibid.
[6]Lihat http://gontor.ac.id/gontor.
[7]Op.Cit., Mestika Zed., h. 279-280. Seiring bergulirnya roda revolusi, Jepang menciptakan Hookokai atau Badan Kebangkitan Rakyat (BKR) sekitar bulan Maret 1944. Jepang menghendaki anggota-anggota badan tersebut berasal dari kalangan pemerintahan, namun kaum pergerakan, seperti dituturkan KH. R. Zainuddin Fananie, menyiasati supaya pimpinan Hookokai Palembang tetap harus berada di tangan orang-orang pergerakan.Mestika Zed, Kepialangan, Op.Cit., h. 261-262.
[8]Ibid., h. 315.
[9]Ibid.h. 281.
[10]Ibid.,h. 318.
[11]BKR adalah Badan Keamanan Rakyat, cikal bakal TNI, tenaga inti berasal dari para pemuda yang pernah memperoleh pendidikan militer Jepang.
[12]Mestika Zed, Kepialangan, Op. Cit., h. 316.
[13]Lihat http://gontor.ac.id/gontor.
[14]Mulai dari 1906, sistem pendidikan Islam di Indonesia sudah mulai mengadaptasi sistem pendidikan modern Belanda. Abudien Nata,Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), h. 12.
[15]Umum dikenal bahwa kebanyakan pesantren menggunakan bentuk sorogan, bandongan, halaqah dan hafalan dalam pengajarannya. Mastuhu, Dinamika Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Seri INIS XX (Jakarta: INIS, 1994), h. 61.
[16]Gontor tetap menjadi pesantren yang cukup berakar pada tradisi pesantren, tetapi sudah menempuh jalan baru. Karel A. Steenbrink,Pesantren, Madrasah dan Sekolah (Jakarta: LP3ES, 1986), h. xiv. Bandingkan dengan Frederick M. Denny, “Pesantren,” dalam The Encyclopedia of Islam, versi CD-ROM.
[17]Setelah menerapkan sistem pendidikan model KMI, pesantren ini membuktikan komitmennya untuk mencetak para muridnya mampu berpartisipasi dalam komunitas global, terutama di dunia Islam, sehingga lahir sejumlah tokoh keagamaan, pemerintahan dan pendidikan di Indonesia.  Frederick M. Denny, “Pesantren,” Loc.Cit.
[18]KH. Zainuddin Fananie, Pedoman Penangkis Crisis (Palembang: t.p., 1935). h. 1. Lihat juga KH. R. Z. Fananie, Pedoman Pendidikan Modern (Palembang: Penerangan Islam, 1934), h. 74.

Comments

Popular posts from this blog

Mengembalikan Karakter Indonesia Yang Sesungguhnya Dengan Kembali Menyalakan Semangat Seni Dan Budaya Yang Kini Mulai Padam

Oleh :  Fadjar Mulya Remaja merupakan generasi penerus bangsa, merekalah pemegang estafet kepemimpinan, mereka pulalah yang nanti menentukan masa depan negera Indonesia, mau bergerak kearah yang lebih baik atau mau tetap seperti saat ini, atau bahkan membuat negeri ini kearah yang lebih buruk, di tangan mereka kelak semua rakyat berharap suatu perubahan. Jumlah remaja di Indonesia adalah sekitar 26,7 % dari total penduduk Indonesia atau sekitar 63,4 juta jiwa (Vivanews 2012), jumlah yang cukup besar, dari 63,4 juta jiwa tadi sekitar 58 juta adalah Pelajar (Antaranews 2012) dan sekitar 4,8 juta adalah mahasiswa (Kompas 2011). Jumlah pelajar Indonesia ini hampir menyamai jumlah penduduk Inggris raya, artinya kita mempunyai potensi sumber daya manusia yang sangat besar, jika kita benar-benar mendidik remaja yang jumlahnya hampir menyamai jumlah penduduk Inggris raya tadi, tentu kelak Indonesia merupakan Negara yang disegani dunia, belum lagi kekayaan alam yang amat banyak, keane...

Eco – Green Hero : Permainan Edukatif Bertemakan Lingkungan Untuk Siswa Sd

Oleh : Gema Wahyudi   A.     BACKGROUND Pendidikan Lingkungan adalah salah satu ilmu tentang kenyataan lingkungan hidup dan bagaimana pengelolaannya agar menjaga dan menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pendidikan tentang lingkungan hidup sangatlah penting. Dengan diberikannya  pendidikan ini kepada masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran agar lingkungan tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjaganya. Pendidikan lingkungan ini harus diberikan kepada semua tingkat dan umur, baik melalui jalur sekolah maupun di luar sekolah. Semua jenjang pendidikan hingga masyarakat umum harus mendapatkan pendidikan tentang lingkungan hidup, tentunya dengan penyampaian yang berbeda. Pendidikan ini merupakan salah satu factor penting untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam mencari pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. Anak – anak, khususnya di...

Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Daerah Terpencil

oleh : Partin Nurdiani Pendidikan merupakan wadah penting yang menjadi titik krusial pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik kita di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pengajarnya yang pas-pasan menjadi salah satu faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Sehingga kemajuan pendidikan di Indonesia hanya terpusat di daerah perkotaan sedangkan di daerah terpencil kurang diperhatikan. Tak jarang kurangnya perhatian pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia belum benar-benar adil seperti apa yang tercantum dalam UUD 1945.