ditulis oleh : Lena Riana Sani
Pendidikan karakter mutlak diperlukan untuk kelangsungan
hidup suatu bangsa. Pendidikan dasar karakter jadi modal utama pembentuk generasi
muda suatu bangsa. karakter yang dimilikinya nanti akan ikut menentukan
keberhasilan suatu bangsa di masa yang akan datang. Di samping keahlian yang
dimiliki, karakter yang baik akan menjadi suatu penyeimbang dalam proses
pembelajaran dan kehidupan nyata atau sosial.
Kemajuan arus informasi yang semakin mengglobal dan mudah
diakses, akan menjadikan persaingan di dunia menjadi sangat menarik. Lalu, apa
yang kita butuhkan untuk menghadapi tuntutan tersebut? Kita diwajibkan untuk
mempunyai skill yang mumpuni, dan tentunya kita akan sangat membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga,
karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika,
90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak
bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain
itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan
seseorang di masyarakat ditentukan oleh Emotional
Quotient (EQ). Masalahnya sekarang adalah pendidikan karakter perlu atau tidak?
Pendidikan dasar karakter
yang tepat
Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat.
Kita boleh saja bangga dengan berbagai raihan prestasi yang
ditorehkan putra-putri terbaik bangsa, baik dalam bidang akademik maupun non
akademik. Di tingkat Indonesia sendiri, juga di kancah panggung dunia. Kita
terlena dengan ukiran tinta-tinta emas tersebut, tanpa kita menyadari mayoritas
generasi muda kita sedang lari terbirit-birit menghadapi jati diri mereka yang
ikut tenggelam bersama derasnya arus globalisasi.
Selama ini, pendidikan dasar karakter yang tepat belum
terwujud di sekitar kita. Pikiran kita hanya dijejali bagaimana cara agar anak
kita pandai menulis, membaca, menghitung, dan sebagainya. Padahal, pendidikan
karakter adalah salah satu pendidikan terpenting sebelum mereka memasuki
kehidupan yang lebih kompleks.
Sosialisasi primer pembentuk kepribadian adalah keluarga.
Layaknya sebuah pintu bagi seseorang sebelum ia memasuki ruang yang lebih luas
lagi, yaitu dunia. Keluarga harusnya sudah bisa menanamkan nilai-nilai karakter
yang baik sejak dini. Seringkali banyak yang berpikiran jika pendidikan
karakter akan didapatkan anak-anaknya di bangku sekolah. Sebuah perspektif yang
salah tentunya. Bahkan menurut saya mendidik karakter yang baik pada anak
adalah sebuah kewajiban para orang tua. Sehingga, jika orang tua atau keluarga
sudah bisa menjadi pelaksana kegiatan pendidikan dasar karakter yang tepat, hal
itu akan menjadi jauh lebih baik ketika digabungkan dengan pendidikan karakter
yang didapatkan anak di sekolah.
Faktor lainnya menurut saya adalah metode pembelajaran kita
yang selama ini salah. Saya masih teringat dengan beberapa orang guru yang
ketika mereka memasuki ruang kelas, mereka menyuruh siswanya untuk berdoa
sebelum belajar lalu setelah itu para siswa langsung dijejali dengan berbagai
rumus dan teori-teori yang memekakkan.
Harusnya ada sebuah apresiasi tentang karakter, setidaknya
sepuluh menit sebelum pembelajaran dimulai, seorang guru yang di sini bertindak
sebagai pengajar sekaligus pendidik (harusnya) memberikan sebuah nasihat,
ajakan, saran, atau analisisnya tentang karakter yang sekarang sedang menjadi trending topic di berbagai kalangan.
Saya yakin, waktu sepuluh menit itu sama sekali tidak akan mengganggu kegiatan
belajar mengajar, tidak akan ada materi yang tidak terkejar apabila seorang
guru meluangkan waktunya sepuluh menit saja untuk mendalami karakter para
siswa, yang tentunya nanti berimbas kepada karakter bangsa, bukankah demikian?
Apalagi jika hal tersebut dilakukan secara rutin setiap
harinya. Hal itu justru akan menjadi sangat menyenangkan dan bermanfaat.
Apresiasi selama sepuluh menit sebelum pembelajaran dimulai banyak memberikan
dampak yang positif. Pertama, para siswa tidak akan menjadi manusia-manusia
yang penuh dengan shock syndrome. Ya,
sebuah rasa kaget yang ikut mempengaruhi suasana perasaan mereka. Ketika
seorang guru masuk ke kelas, berdoa, mengabsen, dan langsung pada topik yang
dituju, tanpa memperdulikan kesiapan mental para siswa, apa yang akan terjadi?
Banyak hal. Materi ya materi, siswa ya siswa. Tidak akan ada sinkronisasi
antara keduanya. Bukankah sering terjadi seorang guru yang sedang berapi-api
menyampaikan materi, namun, ironisnya seorang siswanya atau bahkan lebih, malah
asyik memainkan pulpen mereka, atau sepertinya sedang memperhatikan, tetapi
justru pikirannya sedang melanglang buana entah kemana. Semua itu karena apa?
Kesiapan mental dan metode pembelajaran yang salah.
Tidak ada salahnya bukan menerapkan hal yang sepertinya mudah,
tetapi membawa pengaruh yang besar. Mungkin tidak saat itu juga. Semua hal
membutuhkan proses. Termasuk juga pendidikan karakter. Tidak mungkin setelah
seorang guru memberikan sebuah kicauan tentang pendidikan karakter, lalu dengan
spontanitasnya para siswanya langsung berubah menjadi pribadi-pribadi yang
mempunyai ‘’good character’’ yang juga mengimbas kepada tingkah laku mereka
saat itu juga. Tidak seperti itu juga. Secara perlahan dan terarah. Pernahkah
mendengar tentang berbagai kasus korupsi? Jawabannya pasti sering. Litbang
Kompas mengungkapkan bahwa 158 kepala daerah tersangkut kasus korupsi selama
tahun 2004-2011. Jika kita korelasikan dengan pembahasan yang tadi, apakah ini
ada sangkut pautnya dengan pendidikan karakter? Ya, sangat ada sekali.
Mereka yang memiliki kepandaian yang mumpuni, tetapi tidak
memiliki karakter yang baik dalam memeliharanya, yang terjadi justru
penyalahgunaan dari kepandaian yang mereka miliki. Sehingga yang terjadi adalah
maraknya kasus korupsi di negara ini, yang berakibat juga pada perekoniam
bangsa, sehingga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya, dan akhirnya kita tidak pernah bisa menemukan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Masihkah menganggap pendidikan karakter
adalah suatu hal yang sepele?
Di akui atau tidak, keberhasilan bangsa ini ada pada
karakter setiap rakyatnya. Jika pendidikan karaker yang benar belum tertanam
pada diri masing-masing setiap individu, hasinya nanti adalah terjadi berbagai
kasus yang hanya memikirkan egoisitas. Kedudukan, kekuasaan, kekayaan dan
kesewenang-wenanganlah yang terjadi. Maukah kita dipimpin oleh para generasi
muda yang sekarang tidak memiliki karakter yang baik untuk memimpin bangsa?
Para generasi muda yang sekarang hanya sibuk dengan berbagai urusan mereka
sendiri, tawuran, free sex, drugs dan kenakalan remaja lainnya, lalu kapankah
kita bersua dengan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa? Bukankah kita sangat
merindukannya?
Jika semua hal yang kita anggap sepele, kita remehkan,
tapi, justru membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan ibu pertiwi ini,
lalu menjadi siklus yang makin tumbuh dan berkembang, apa yang akan terjadi
pada bangsa ini 20 tahun yang akan datang? Kita pasti bergidik membayangkannya.
Ini contoh salah satu kasus kecil yang terjadi di lingkungan saya, saya sendiri
merasa aneh, heran, bahkan kecewa pada sikap mereka. Pasalnya begini :
‘’Pada hari senin, kami diberi tugas oleh guru geografi
kami berupa pertanyaan berbentuk uraian singkat sebanyak 30 soal. Soal itu
diambil dari materi yang sedang kami pelajari, biosfer. Sebagai bentuk latihan
juga sebelum kami menghadapi ulangan harian dan ulangan tengah semester yang
akan berlangsung sebentar lagi. Dan kecewanya saya adalah, saat hari selasa
pada jam ke-7 dan ke-8 guru geografi kami masuk, lalu berbicara beberapa patah
kata, dan beliau mengatakan bahwa hari itu akan diadakan penilaian untuk tugas
kemarin. Koreksi dilakukan oleh kami sendiri dengan cara menukar buku tugas
kepada barisan tempat duduk yang berbeda. Lalu, setelah jawaban ditulis di
white board, kami pun sibuk memeriksa hasil kerja orang lain, sampai proses
penilaian tugas pun selesai dan sudah terdapat nilai tugasnya saat itu juga.
Lantas apa yang mencengangkan saya? Lebih dari 95 % teman-teman saya
mendapatkan nilai yang sangat memuaskan. Bahkan beberapa orang di antaranya
mendapat nilai sempurna. Karena apa? Mereka melakukan tradisi mencontek
berjamaah. Ada oknum tertentu yang sudah menyiapkan hal tersebut. Salah seorang
teman saya mendapat bocoran jawaban dari kelas lain dan membagi-bagikannya
secara cuma-cuma kepada teman-teman sekelas saya. Namun, ternyata masih ada
beberapa orang yang menyadari bahwa hal itu adalah sebuah kebodohan. Kurang dari
lima orang termasuk saya memang mengerjakan tugas itu dengan tangan dan otak
sendiri. Tapi, kami puas dengan hasil yang kami dapat, karena itu adalah kerja
keras kami untuk kami jadikan sebagai tolak ukur dalam memahami konsep materi
yang sedang kami pelajari. Hal kecil itulah yang menggelitik hati saya, mereka
yang tidak mempunyai karakter yang baik akan melakukan hal-hal yang hanya akan
memberikan mereka kepuasan dan kesenangan sesaat lalu menjerumuskan mereka
nantinya. Mereka adalah generasi penerus bangsa,agent of change. Agen perubahan bangsa tercinta ini. Jika dalam
proses pembelajaran saja, mereka melakukan kecurangan, bukan tidak mungkin
mereka akan melakukan hal yang sama jika mereka kelak jadi pemimpin bangsa ini.
Apa yang tidak ada? Mereka kehilangan good character.’’
Pendidikan karakter untuk
kemajuan bangsa
Bagi Indonesia
sekarang ini, pendidikan
karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan
untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang
Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan
menguatkan karakter rakyat
Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa
diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan,
tanpa semangatbelajar yang tinggi,
tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di
tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi
bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah
tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
Theodore Roosevelt
mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a
menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan
aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
Apa yang dikatakan
Theodore Roosevelt sangat benar sekali. Apa artinya, otak kita yang memiliki
kecerdasan Intelligence
Quotient (IQ) yang sangat excellent,
tapi moral dan karakter yang kita miliki buruk? Tentu yang terjadi nanti adalah
bukan sebuah progress yang baik.
Tapi, sebuah kehancuran.
Yang saya masih ingat
sampai detik ini adalah sebuah kata mutiara dari sebuah majalah. Saya pernah
membacanya ketika saya masih kecil. Entah siapa yang menciptakanquote itu. Bunyinya seperti ini, ‘’Bocor
yang kecil akan menenggelamkan sebuah kapal yang besar’’. Cukup menarik, bukan?
Tentunya kita tidak ingin bahwa hal yang kita anggap kecil dan belum
banyak orang yang begitu memperdulikannya yaitu pendidikan karakter akan
menenggelamkan sebuah kapal yang besar yaitu bangsa Indonesia tercinta.
Lihatlah bobrok moral yang terjadi di mana-mana, masihkah kita berpikir dua
kali untuk memperbaiki keadaan ini sebelum mencapai klimaks yang sangat
menyulitkan? Karakter yang baik harus dididik. Harus dibiasakan sedini mungkin.
Kita sama-sama merindukan Indonesia kembali jadi ‘’Macan Asia’’, disegani
banyak negara, dan mempunyai citra yang baik di mata dunia. Lalu, apa jawaban
yang tepat: pendidikan karakter, perlukah? Jawabannya adalah sangat perlu. Kita
akan sangat membutuhkannya untuk diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.
Comments
Post a Comment